NewsPeristiwa dan Kriminal

Penamparan Siswi di Dampit Berdamai, Ini Kata Kanit PPA Polres Malang

Kanit PPA Polres Malang Aiptu Erlehana BR Maha. (Foto : Tugumalang.id)
Kanit PPA Polres Malang Aiptu Erlehana BR Maha. (Foto : Tugumalang.id)

CITY GUIDE FM, KABUPATEN MALANG – Kasus penamparan siswi SMP di Kecamatan Dampit oleh guru agamanya sendiri, akhirnya berakhir damai. Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Aiptu Erlehana BR Maha kepada City Guide FM mengatakan kedua belah pihak sudah saling memaafkan.

Leha menjelaskan kronologi peristiwanya terjadi ketika jam pelajaran agama berlangsung. Pada suatu kesempatan, Rupian (55) bertanya kepada muridnya siapa yang tidak melaksanakan salat subuh. Lalu, korban dan dua temannya maju ke depan kelas.

“Nah, ketika korban beranjak dari bangku, mungkin ada teman yang meneriakinya, sehingga membuat dia mengeluarkan kata-kata jorok. Karena posisi si anak dan bapak guru ini sudah dekat, Pak Guru beranggapan kata umpatan itu ditujukan untuknya,” kata Leha.

Karena marah, Rupian menampar korban sebanyak dua kali. Sedangkan korban mengaku tidak mengatakan kata kotor itu untuk gurunya tapi untuk kawannya. Memang ketika korban mengumpat, jarak antara dia dan gurunya hanya sekitar satu meter, berdasarkan pra rekonstruksi.

Aiptu Leha mengatakan dia lantas menerima laporan penamparan itu dari orang tua siswi JM (32). Pihaknya sebenarnya mengedepankan penyelesaian secara restorative justice. Bahkan mediasi antara kedua pihak juga sudah dia lakukan lebih dari sekali.

Tetapi karena orang tua korban tetap kekeh, akhirnya Polres Malang memproses kasus ini dan menetapkan Rupian sebagai tersangka. Leha juga sudah melimpahkan berkas-berkasnya ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang.

“Kami berkoordinasi dengan Jaksa, dan hasilnya tetap semaksimal mungkin untuk mencarikan penyelesaian di luar pengadilan atau restorative justice. Kami juga berkoordinasi dengan dinas pendidikan dan Kemenag,” lanjutnya.

Namun meskipun sudah berstatus tersangka, Rupian masih melakukan aktivitasnya mengajar seperti biasa. Hanya mungkin ada saatnya wajib lapor ketika tidak ada jam pelajaran. Karena guru agama ini berstatus tersangka penganiayaan terhadap anak dengan ancaman hukuman tidak mencapai 5 tahun. Sehingga polisi tidak melakukan penahanan.

“Kemarin hari Jumat (6/12/2024) pelapor dan guru datang ke kami, menyampaikan bahwa mereka sudah sama-sama menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Dengan pencabutan laporan ini, maka rencana ke depannya kami akan berkoordinasi dengan Kejaksaan untuk menggelar kembali perkaranya. Dengan tujuan menerbitkan penghentian tuntutan,” imbuhnya.

Supaya tidak terjadi masalah yang melibatkan guru dan orang tua, seharusnya ketika ada permasalahan seperti ini sebaiknya mediasi terlebih dahulu di tingkat sekolah. Orang tua juga harus lebih bijak.

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button