KhazanahNews

Fakta Bripka (Purn) Seladi, Polisi Jujur asal Malang

Purnawirawan polisi Bripka Seladi bersama istri dan anaknya saat berbincang-bincang di City Guide FM. (Foto : Iqbal Zulkarnain)

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Di tengah banyaknya kasus bernuansa negatif yang menerpa institusi kepolisian kita, ada satu sosok polisi jujur di Kota Malang yang seolah membawa angin positif. Dia adalah Bripka (Purn) Seladi, yang berdinas di Polresta Malang Kota hampir selama 39 tahun lamanya.

Radio City Guide FM pun berkesempatan berbincang-bincang dengan Bripka (Purn) Seladi bersama istri dan putranya. Berikut adalah fakta-fakta seputar polisi jujur yang tinggal di Kelurahan Gadang, Kecamatan Sukun, Kota Malang itu.

Perjalanan hidup

Seladi masuk institusi kepolisian mulai tahun 1978 di Polresta Malang Kota. Dia terus bertugas di sana sampai pensiun pada tahun 2017 lalu.

“Cuma tahun 1984-1985 saya bertugas ke Timor Timur. Setelah pulang dari Timor Timur, saya ditempatkan di bagian administrasi BPKB sampai tahun 1999,” jelas Seladi.

Kemudian dia berpindah tugas ke Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas) SIM pada tahun 2001 hingga pensiun.

Terhimpit masalah ekonomi

Bripka (Purn) Seladi mulai memulung sampah pada tahun 2004. Hal ini bermula dari himpitan ekonomi yang memaksanya mencari penghasilan tambahan.

Akhirnya dia melirik rongsokan-rongsokan sampah yang ada di stasiun dan membawanya pulang. Aneka jenis sampah dia ambil seperti kardus dan botol-botol minuman yang bisa dijual kembali.

“Setiap hari seperti itu. Awal-awal saya mulung, ya istri saya marah-marah. Katanya ‘kok kate nyosok’. Tapi ya saya diam saja, tetap saya teruskan” ujarnya tertawa.

Berulang kali juga, sang istri memintanya untuk berhenti memulung sampah. Namun, sekitar dua bulan pertama dia memungut sampah, Seladi berhasil mengantongi uang Rp 400 ribu pada tahun itu. Lalu, dia mengumpulkan anak istrinya dan menyerahkan uang hasil memulung itu.

“Ini lo uang hasil ngumpulno sampah. Terus dia (istri) menanyakan, entuk piro (dapat berapa)? Lalu uang itu Rp 400 ribu saya serahkan semuanya,” lanjutnya.

Uang itulah yang kemudian dipakai untuk melunasi hutang-hutangnya secara perlahan-lahan. Saat itulah, istrinya menyadari bahwa apa yang dilakukan suaminya memang demi memenuhi kebutuhan yang mendesak.

Setelah pensiun pun, Seladi masih menekuni kegiatannya ini. Dia biasanya berangkat setelah subuh sekitar pukul 05.00 WIB dan pulang ketika tengah hari. Bahkan, istrinya pun juga turut membantu memilah sampah. Pendapatan memulung ini cukuplah untuk membeli makan sehari-hari.

Bagaimana respon rekan sesama polisi?

“Ada yang positif dan ada yang negatif. Namanya manusia ya tidak sama. Ada juga yang merasa tidak cocok, tidak senang dengan saya. Tidak saya hiraukan,” kata Seladi.

Sebab, dia berpegang pada prinsip ‘yang penting tidak merugikan mereka atau masyarakat’. Dia memandang apa yang dia lakukan ini juga barokah.

“Saya tidak memulung ketika berdinas (bekerja). Jadi waktu saya lepas dinas, ada waktu luang (sepulang kerja), saya mulung,” lanjutnya.

Tegas tolak suap

Saat Bripka Seladi bertugas di Satpas Polresta Malang Kota, banyak pemohon yang ingin pengurusan SIM-nya dipermudah dengan memberi upah sebagai imbal balik. Sehingga, praktik pungli di luar biaya yang seharusnya cukup marak terjadi.

“Saya tolak karena saya takut hukum alam. Siapa yang menerima, dia yang akan menuai buahnya. Saya takut, saya ikhlas membantu tanpa pamrih,” kata pria 3 anak itu.

Seladi masih ingat betul pesan dari orang tuanya untuk bekerja dengan benar, apa adanya, jujur dan tidak merugikan orang lain.

“Misal ada yang buat SIM hari ini tidak lulus, saya minta dia kembali lagi. Pas dia kembali saya ajari sampai bisa, baru saya loloskan. Itu pun tidak ngasih apapun ke saya. Jangan pun uang, kopi pun saya tidak mau,” tegasnya.

Bahkan, mereka yang berhasil lolos datang berkunjung ke rumahnya sambil membawa gula, rokok atau kopi sebagai ucapan terima kasih.

“Ada contohnya itu orang Mergosono, langsung saya kembalikan hari itu juga. Kalau saya tetap terima meskipun sudah di rumah ya sama saja menerima sogok. Tapi alhamdulillah 90 persen pemohon sim yang kembali lagi lulus,” ungkapnya.

tapi biasanya sebelum saya mulai, saya berikan arahan kepada pemohon sim kalau lolos biayanya pada waktu itu 150. tidak lebih dari itu. kalau ada yang nguruskan dan biayanya melebihi, maka minta kembaliannya. di sini kalau membnatu iklhas tanpa pamrih tanpa dibayar.

Apresiasi dari pejabat

“Penghargaan ya dapat dari Ketua DPR RI (periode tahun 2016) Ade Komarudin sebagai polisi jujur. Lalu Ketua Komisi III saat itu Bambang Soesatyo memberikan beasiswa untuk anak saya nomor 3 kelas 3 SMA. Gajinya (Bambang) juga diberikan kepada saya selama 8 bulan,” kenangnya.

Selain itu, Kapolri Tito Karnavian, Kapolda Jatim dan Wali Kota Malang turut memberikan sejumlah penghargaan sebagai polisi jujur. Bahkan tahun 2018, (alm) Syekh Ali Jaber juga mendatangi rumahnya memberikan apresiasi atas kejujurannya.

“Penghargaan itu diberikan ketika saya masih polisi aktif. Ketika saya pensiun juga ada yang undang saya, salah satunya Arema TV,” lanjutnya.

Pesan untuk anaknya

Berkat keteladanannya itu, anak keduanya mengikuti jejaknya sebagai polisi di Surabaya. Dia menyematkan pesan pada anak-anaknya untuk memberikan contoh dan bekerja dengan baik.

“Harus disiplin, sesuai prosedur. Insya allah yang mereka jalani tidak ada halangan. Jangan sampai merugikan masyarakat, menerima pungli atau suap. Contohnya sudah banyak,” pesannya

Ikhlaslah bekerja apa saja asal tekun, walau kelihatannya kotor tapi itu barokah. Jangan pula melewatkan hasil yang sedikit tapi barokah. Jangan kelihatannya kerja baik tapi membuat susah keluarga.

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button