Rancangan UU KUHAP Akan Mengikis Wewenang Polri?

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Guru Besar Fak Hukum Universitas Brawijaya Prof Dr I Nyoman Nurjana MH mengomentari Rancangan UU Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah dibahas saat ini. Menurutnya, ada sejumlah pasal dalam rancangan tersebut berpotensi tumpang tindih terhadap kewenangan lembaga penegak hukum. Khususnya antara kepolisian dan kejaksaan.
Dia khawatir ini nanti akan merusak Integrated Criminal Justice System atau Sistem Peradilan Pidana Terpadu. Nyoman menyoroti sejumlah pasal dalam RUU KUHAP itu, salah satunya Pasal 12 Ayat 11.
“Pasal ini mengatur bahwa jika dalam waktu 14 hari polisi tidak menanggapi laporan masyarakat, maka masyarakat dapat langsung melaporkannya ke kejaksaan,” kata Nyoman.
Artinya, pasal tersebut juga memberikan kewenangan kepada Jaksa untuk menerima laporan masyarakat secara langsung.
Padahal, dalam UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, kewenangan polisi adalah mulai tahapan laporan, penyelidikan, penyidikan. Termasuk penyerahan berita acara penyelidikan (BAP) kepada kejaksaan.
“Kepolisian tidak bisa langsung mengajukan hasil penyidikan ke pengadilan karena itu merupakan tugas Jaksa yang membuat surat dakwaan,” lanjutnya.
Selain itu, pada Pasal 111 Ayat 2 dalam rancangan UU KUHAP itu memungkinkan jaksa untuk mempertanyakan keabsahan penangkapan dan penahanan oleh Kepolisian. Menurutnya, ini bertentangan dengan KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi.
“Ini dapat menimbulkan conflict of norms dan ketidakpastian hukum,” kritik Nyoman.
RUU itu juga membuat kewenangan kejaksaan menjadi lebih luas yang akan mengacaukan sistem peradilan pidana. Prof I Nyoman menegaskan setiap lembaga penegak hukum memiliki kewenangan masing-masing dalam undang-undang.
Antara lain UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, hingga UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Jika Jaksa mendapatkan kewenangan lebih luas, termasuk mengintervensi tahapan penyelidikan dan penyidikan yang menjadi kewenangan Polri. Maka ini akan menimbulkan conflict of interest,” ujarnya.
Prof Nyoman mengingatkan bahwa meskipun RUU KUHAP ini masih dalam tahap pembahasan, namun DPR RI perlu mempertimbangkan masukan dari akademisi, praktisi maupun pengamat hukum.
Reporter : Heri Prasetyo
Editor : Intan Refa