Blues Spirit Sesi 74 : Keadaan Apa Ini? Jangan Kehilangan Harapan
Saat ini kita rasakan bersama, bahwa kita berada pada suatu keadaan. Pada keadaan, seperti yang sampean semua rasakan saat ini. Pada rasa, ada pembusukan terhadap negeri oleh korupsi yang rekornya telah menembus kelas dunia ini.
Pada penjarahan, yang tidak saja di daratan, tapi juga lautan yang dikaplingi. Pada tipu-tipu, rekayasa-rekayasa, palsu-palsu.
Lihatlah terakhir ini, pupuk pun ternyata dipalsu. Sudah sekian lama. Tidak saja merugikan petani triliunan rupiah, tapi juga kita semua.
Karena pupuk palsu, menyebabkan panen buruk. Maka impor menjadi sesuatu yang beralasan. Jangan-jangan ini memang konspirasi untuk melanggengkan impor dan menghancurkan pertanian.
Sesuatu yang seharusnya jadi andalan negeri ini, yang tanahnya sangat subur ini. Pada keadaan dengan persoalan yang melingkar-lingkar begini ini. Namanya apa? rusak? bobrok? bejat? atau apa?
Kita dengar kritik, protes, debat, diskusi, seminar, pelatihan-pelatihan, begitu ramainya. Tapi itu labirin, tanpa jalan keluar.
Untungnya kita adalah bangsa yang pintar menerima keadaan. Pintar meredam nestapa, pintar membangun harapan untuk menegakkan bahwa hidup haruslah tetap hidup.
Harapan itu termasuk pada 100 hari pertama, setelah gelegar pidato-pidato yang kita sebut Macan Asia Bangkit, Macan Asia Mengaum.
Tapi 100 hari kemudian telah lewat, auman itu masih terngiang. Tapi lamat-lamat kita bertanya, tadi itu auman apa ngeong?
Kok jejaknya seperti kucing. Kok drama model lama digelar lagi, menciptakan musuh seolah benar-benar musuh. Lalu muncul pahlawannya.
Misalnya, tabung gas melon. Diregulasi oleh pemerintah lewat menteri bernama Bahlil. Gaduh. Lalu muncul pembatalan oleh pemerintah lewat Presiden Prabowo sendiri.
Efisiensi kemudian diterapkan di mana-mana, masif oleh pemerintah, oleh Presiden Prabowo. Kita semua senang. Juga ada gaduh. Terutama PHK pada sektor-sektor yang mubazir. Lalu muncul anulir PHK itu oleh pemerintah, DPR.
Pokoknya dari mereka oleh mereka. Dari pemerintah oleh pemerintah.
Padahal baru saja kita senang. Efisiensi adalah kegembiraan bagi rakyat. Karena, hura-hura pejabat ke luar negeri, ke Bali, ke tempat-tempat wisata, dimanapun dengan alasan kunker, studi banding dan apapun saja yang cocok dengan nomenklatur untuk menjebol SPJ, untuk mengoyak uang rakyat.
Di tangan negara, mengoyak secara legal, itu semua distop. Tidak boleh lagi. Lalu, soal PHK dan pengangguran, itu memang soal sejak dulu dan terus mendesak untuk diselesaikan.
Oleh karena itu, dengan efisiensi kita mengira ada plan yang ampuh. Misalnya menarik atau meminjam tanah milik oligarki yang jumlahnya jutaan hektar itu. Juga tambang-tambang yang dikuasai pribadi-pribadi dan mereka yang sudah kenyang menikmati kekayaan alam negeri. Dipinjam oleh pemerintah, lantas diolah oleh pengangguran dan yang ter-PHK tadi dan seterusnya.
Membuat lapangan kerja baru yang luas. Memberi kerja semua pengangguran. Kerja, bukan makan sesaat. Kerja, supaya pintar. Bukan makan supaya tergantung dan menjadi bodoh.
Karena efisiensi itu adalah juga menghentikan yang mubazir menjadi manfaat dan maslahat. Saat ini kita masih menyaksikan mereka masih seperti menambal kapal bocor yang mungkin dibocorinya sendiri.
Kita bertanya, kapan kapal itu berlayar gagah mengarungi ombak menuju jarak terpendek saja dulu yaitu tentram dan adil. Kapan-kapan saja sejahtera dan makmurnya.
Begitulah, tapi kita jangan berhenti berharap. Kita masih punya seratus hari kedua, ketiga dan seterusnya. Tapi kita jangan diam. Kita terus saja berbuat, menguatkan macan mengaum lagi, merobek jantung koruptor, menarik kekayaan negeri dari tangan penjahat yang dirampok oligarki karena kita adalah Singo Edan yang terhimpun dalam auman Macan Asia.
Imawan Mashuri
Arek Malang, Founder Arema Media Group, JTV dan beberapa media di Indonesia.