Uang Lenyap, Rumah Tak Jadi : Jerat Properti Abal-abal

CITY GUIDE FM, IDJEN TALK – Masyarakat memang harus ekstra hati-hati ketika hendak mencari hunian di kompleks perumahan. Bukan sekali dua kali, masyarakat tertipu properti abal-abal setelah rumah yang dijanjikan tak kunjung selesai.
Dosen Hukum Universitas Wisnuwardhana Febry Chrisdanty menjelaskan pengembang itu harusnya bisa lebih detail menyampaikan soal status propertinya. Sebab ada undang-undang terkait perumahan dan permukiman yang mengatur soal perjanjian pendahuluan.
“Perlindungan konsumen juga ada dalam UU No 8 Tahun 1999 yang berisi hak dan kewajiban. Ada beberapa pasal kaitannya dengan keterbukaan informasi,” kata Febry.
Menurutnya, jual beli tanah dan bangunan itu tidak serta merta penyerahan secara fisik, tapi juga legalitas kepemilikan. Ada beragam kasus properti yang pernah terjadi seperti perizinan yang tidak lengkap, properti fiktif, dan pembangunan bukan di atas tanah sendiri.
Ada juga yang memalsukan dokumen menyerupai asli. Untuk pelanggaran yang terjadi, penanganannya harus melihat kesepakatan antara developer dengan user.
“Jika memang ada yang janggal maka bisa melayangkan gugatan. Sedangkan jika ranahnya sudah soal penipuan, itu bisa melapor ke pihak kepolisian. Tapi permasalahan properti ini sebenarnya bisa juga melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK),” lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Marketing Pramaland Ahmad Taufik menjelaskan ketika ingin membeli properti itu, harus mempertanyakan soal legalitasnya. Paling tidak perizinannya selesai semua.
“Memang ada golongan developer yang langsung memakai dana untuk show unit dan mengesampingkan perizinan. Padahal seharusnya yang paling penting itu menyelesaikan dulu perizinan baru nanti fokus pengembangan pembangunan properti,” kata Taufiq.
Paling tidak masyarakat harus memperhatikan dua hal untuk mencegah properti abal-abal. Antara lain soal track record developer.
Konsumen perlu memastikan jam terbang sudah tinggi dan selalu menuntaskan kewajibannya. Kemudian hal lainnya, kalaupun memang cluster baru, masyarakat harus memastikan perizinannya jelas.
“Bahkan menjadi hak user itu boleh kalau mau meminta bukti copy document perizinannya dan pastikan tergabung dalam asosiasi developer,” imbuhnya.
Wakil Ketua Komisariat REI Malang Raya Laji Siswanto menjelaskan developer itu seharusnya paham soal hukum. Paling tidak basic soal properti, sehingga tidak hanya pandai berjualan saja.
“Ketika developer paham hukum, maka akan memahami juga soal perizinan yang harus diselesaikan. Sehingga penawaran properti itu legal,” kata Laji.
Laji menambahkan jangan sampai masyarakat tergiur dengan harga murah properti, kemudian lupa tidak mengonfirmasi perizinannya. Apalagi langsung bayar di depan. (WL)
Editor : Intan Refa