Wisata Mati di Malang, Kita Diam atau Bangkitkan?

CITY GUIDE FM, IDJEN TALK – Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang Purwoto membenarkan bahwa banyak destinasi wisata yang dulu viral, kini menjadi mati suri. Salah satu penyebab utamanya adalah karena status kepemilikan lahan.
“Seperti Kampung Enem dan Hutan Pinus Semeru Wajak, yang dikelola oleh pokmas di atas lahan milik Perhutani,” jelas Purwoto.
Ketika masa sewa habis dan tidak ada titik temu perpanjangan karena berbagai faktor, wisata pun akhirnya tidak berlanjut. Tidak hanya itu, problem seperti revitalisasi fasilitas wisata dan biaya perawatan yang tinggi seringkali membuat destinasi wisata menjadi mati suri.
“Kami tidak tinggal diam. Namun, keterbatasan anggaran membuat intervensi tidak bisa secara merata. Dinas berupaya memfasilitasi dan saat ini mulai ada pendampingan langsung oleh para ahli dari akademisi hingga berbagai unsur lain,” lanjutnya.
Belajar dari kondisi ini, kata Purwoto, desa wisata tidak bisa berkembang jika hanya mengandalkan potensi alam. Melainkan ada kekuatan SDM pengelola yang menjadi kunci utama.
Dia mencontohkan Desa Poncokusumo, meski minim infrastruktur wisata tetap ramai karena berhasil menjual kekayaan budaya dan alam secara otentik. Bukan hanya pada dana saja, tapi komitmen dan kreativitas warga desa itu sendiri.
Lebih lanjut Purwoto mengatakan untuk menghidupkan kembali sejumlah wisata yang mati suri, tidak bisa hanya mengandalkan APBD. Karena kebanyakan wisata alam itu berdiri di atas lahan milik Perhutani, sehingga terbentur regulasi.
Akademisi bidang Kepariwisataan Universitas Merdeka Malang Fitria Earlike Anwar Sani berpendapat fenomena wisata mati suri ini tidak hanya terjadi di Malang saja. Menurutnya, mempertahankan kunjungan memang jauh lebih sulit dari pada membuka destinasi baru.
“Tantangannya ada pada pengelola yang harus bisa menyesuaikan diri dengan tren, memperbarui atraksi, aktivitas maupun amenitas. Perlu juga kolaborasi dengan pemerintah, swasta hingga media untuk mempertahankan daya tarik wisata,” jelasnya.
Hal serupa juga disampaikan Kepala Desa Pujon Kidul Muhammad Ismail Mahfudz Said. Ia mengaku jumlah kunjungan ke wisata andalan menurun drastis dari 360 ribu pada 2023, menjadi hanya sekitar 200 ribu di 2024.
“Meski begitu, Pujon Kidul tetap menjaga konsep pemberdayaan masyarakat sebagai kunci keberlangsungan destinasi wisata,” tegasnya. (FARICHA UMAMI)
Editor : Intan Refa