Menilik Jejak Prasasti Sangguran, dari Ngandat ke Skotlandia

CITY GUIDE FM, KOTA BATU – Anda warga Kota Batu mungkin sudah tidak asing lagi dengan nama Prasasti Sangguran atau Batu Minto. Prasasti ini kabarnya berasal dari Dusun Ngandat, Desa Mojorejo, Kecamatan Bumiaji.
Sekitar abad ke-18, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles memerintahkan agar prasasti itu dikirim ke bangsawan Inggris, Lord Minto, sebagai hadiah atas bantuan pemerintah Inggris di Hindia Belanda. Prasasti seberat 3,5 ton itu saat ini tergeletak tak terawat di halaman rumah keturunan Minto di Skotlandia.
Sedangkan prasasti yang saat ini ada di Dusun Ngandat itu merupakan replika buatan Siswanto Galuh Aji. Lokasinya ada di sekitar Jalan Pattimura, di bawah dua pohon yang menjulang tinggi. Jika kita mendekat, terlihat tulisan “Punden Mbok Tarminah” dan “Kampung Kerukunan Beragama”.
Di sanalah tampak sebuah batu prasasti setinggi 1,6 meter bertuliskan aksara Jawa. Siswanto atau yang akrab disapa Cak Penthol, tinggal tak jauh dari punden tersebut.
Menurut Cak Penthol, dahulu kata “Ngandat” memiliki makna negatif sebagai tempat orang “kendat” (bunuh diri). Berangkat dari keresahan itu, sekitar tahun 2005, dia mulai menelusuri sejarah Ngandat melalui internet.
Dari penelusuran itulah ia menemukan informasi tentang Prasasti Sangguran, sebuah batu prasasti berukuran 1,7 meter. Masyarakat sekitar selama ini tidak mengetahui bahwa pernah ada prasasti penting di kampungnya.
“Ada cerita dari mbah saya, tentang sebuah batu yang kemudian ‘dicolong’ Londo. Mbah tahu dari mana? Ternyata mbah juga tahu dari ibunya,” jelas Galuh, yang juga berprofesi sebagai penyiar radio.
Prasasti yang asli ini (yang ada di Skotlandia) berbentuk persegi panjang dengan alas bergambar bunga teratai dan tulisan di tiga sisi: kanan, depan, dan belakang. Kemunculan prasasti ini menandai migrasi awal Kerajaan Mataram Kuno ke Jawa Timur, yang kemudian memunculkan peradaban besar seperti Singhasari, Daha, hingga Majapahit.
Dalam prasasti itu tertulis bahwa pada tahun 910 Masehi, wilayah Sangguran merupakan tempat suci. Terdapat sejumlah tradisi dan ritual yang tercatat, seperti sajian makanan “macan rujak” dan “dodol”. Serta acara persembahan berupa tarian dan syukuran. Tradisi-tradisi ini kini coba dia hidupkan.
Sedangkan, pada sisi kanan Prasasti Sangguran yang kabarnya tertulis kutukan bagi siapa pun yang mencoba memindahkan prasasti tersebut. Beberapa orang mengaitkan nasib buruk yang menimpa Gubernur Jenderal Raffles maupun Tumenggung Suradimanggala, Bupati Malang kala itu, dengan kutukan tersebut. Namun, Galuh menepisnya.
“Yang tertulis di situ adalah keberaturan, sebuah tatanan perdikan bernama Sangguran. Itu yang mengatur tata kelola wilayah, dengan konsekuensi logisnya,” jelasnya.
Di sisi belakang prasasti, pada baris ke-43 hingga ke-45 tertulis: “Muah pamadang sang hyang prasāda…”, yang artinya “Tidak seorang pun penduduk boleh melanggar batas desa, merusak hutan, atau mengganggu tanah dan pekarangan suci milik prasāda (tempat suci).”
Sebuah pesan ekologis yang menekankan pentingnya harmoni dengan alam.
“Kebetulan pada tanggal 12 Juli, kita mencoba menggelar slametan yang merekonstruksi apa yang tertulis dalam prasasti itu,” imbuhnya.
Selain slametan, acara tersebut juga akan menghadirkan Tarian Puja Manusuk Siwa Sangguran ciptaan Galuh Aji sebagai upaya merekonstruksi kisah sejarah dari prasasti tersebut.
Sebagai informasi, pemerintah Indonesia sudah lama mengupayakan repatriasi atau pengembalian prasasti ke asalnya. Pamong Budaya Ahli Muda Dinas Pariwisata Kota Batu Naning Wulandari menyebut pula Gubernur Khofifah pernah berkunjung ke lokasi prasasti bersama Pj Wali Kota Aries Agung Paewai. Pihaknya menemui kendala dalam upaya repatriasi ini.
“Masalahnya, kita belum memiliki MoU dengan pemerintah Skotlandia. Pernah ada, tapi berakhir pada tahun 2002,” jelas Naning.
Bahkan Hasyim Joyo Hadikusumo, adik Presiden Prabowo pernah bernegosiasi soal pemulangan prasasti ini. Namun konon ada nominal imbalan yang diminta agar repatriasi bisa terwujud.
“Kemarin Pak Menteri (Fadli Zon) sempat mengundang ke Bali, semoga ada pendekatan persuasif. Kalau memang meminta nominal, ya berapa sih? Selama ini kita belum tahu,” lanjut Naning.
Rencananya, Indonesia akan menjadi tuan rumah World Culture Forum 2025 di Bali pada bulan Oktober mendatang dengan tema “Culture for the Future.” Forum inilah, pemerintah mengundang pewaris keluarga Minto.
Reporter : Asrur Rodzi
Editor : Intan Refa