Blues Spirit Sesi 57 : Ajari Pemerintah Minta Maaf Konkret
Pekan ini kita berada pada momentum saling minta maaf. Energi budaya yang berakar religi itu, bergerak kuat, menyentuh semua lapisan masyarakat.
Memberi nuansa indah batiniah yang dalam. Kalimat yang menegasi tema utama momentum itu,
selalu disampaikan.
“Minal aidzin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin“.
Maknanya bukan lagi pada sekadar sederet kata yang normatif dan umum itu. Tapi juga sebagai wujud ganti kehadiran. Silaturahim, menyodorkan keihlasan. Antar personal.
Tapi institusi swasta lalu ikut memanfaatkan. Juga pemerintahan.
Nah, karena instansi pemerintah pun ikut kirim “mohon maaf” secara institusional, maka kita punya harapan. Maukah mereka mengungkap kesalahan dan kekhilafannya secara lebih detail?
Untuk memberi kelegaan rakyat yang merasa selalu ditelikung….
Selalu dijadikan sekadar obyek. Diberlakukan seolah bawahan.
Harus begini,
Jangan begitu,
Ikuti ini,
Bayar itu,
Beli ini, naik, naik, harga naik,
Terimalah…
Sementara, duit rakyat dari pajak, dari retribusi dan lain-lain banyak digunakan secara sembrono.
Maka, maukah pemerintah menyampaikan permohonan maaf lahir batinnya agak lebih detail?
Misalnya, pengakuan dari oknum Pileg yang menang, begini :
Dulur-dulurkuku semua, mohon maaf saya jadi anggota dewan, dengan beli suara. Maaf, tidak akan berbuat lagi. Tapi biarkan saya duduk untuk lima tahun ini ya? Mohon maaf lahir dan batin.
Misalnya lagi, dari seorang pejabat atau dari tim pada instansi yang membuat aquarium di Taman Semeru itu. Minta maafnya begini :
“Warga Malang yang kami hormati, perkenankan kami memohon maaf atas salah dan khilaf kami, menggunakan uang rakyat dengan sembrono. Kami pasang aquarium besar di tengah Taman Semeru. Supaya indah, sensasional, out of the box. Tapi kami tidak mikir, bahwa aquarium dipasang terbuka seperti itu, pasti airnya akan berlumut dan ikan koinya akan mati kena terik matahari”
“Kami salah tidak mengkaji secara akademis. Padahal ada puluhan perguruan tinggi di Kota Pendidikan ini yang punya fakultas perikanan. Kami bisa mengerti ikan lele dimasukkan ke aquarium itu oleh entah siapa, karena yang mungkin bisa hidup ya memang ikan lele. Kami salah dan khilaf. Mohon maaf lahir dan batin.
Misalnya lagi dari pejabat yang lebih tinggi, ketua dewan juga mantan wali kota, misalnya :
“Dulur-dulurku warga Kota Malang. Kami mohon maaf, membawa pembangunan kota kebanggaan kita ini melenceng. Kayutangan Heritage, Taman Tugu yang mestinya jadi icon dengan karakter dan identitas Malang, kami bikin meniru Jogja”.
“Mohon maaf kalau kami menggerakkan kota seperti tanpa arah. Karena kami kurang mengerti arah, karakter dan indentitas Malang. Kami sebagian bukan asli Malang. Tapi kami lalai tidak sering mengajak tokoh-tokoh, para budayawan asli Malang, juga akademisi untuk berembuk”.
“Kami sadar sekarang, bahwa memimpin itu sebenarnya memberi arah dan berpijak pada budaya asli, di dalamnya ada karakter dan identitas. Itu kunci menguatkan peradaban. Tapi tidak kami lakukan. Kerugian besar. Untuk itu, kami mohon keihlasan maaf dari seluruh warga Malang”.
Nah, kira-kira seperti itu ucapan mohon maafnya pejabat, bagaimana?!
Ayo kita bantu buatkan ucapan-ucapan senada. Misalnya dari PDAM, PUPR, DLH, Dishub dan seterusnya…..
Mosok mereka cuma, Mohon Maaf Lahir Batin.
Lantas merasa nol-nol. Merasa wis njaluk sepuro, merasa wis gak duwe duso.
Iki atine rakyat sik mbededek. Durung legowo.
Imawan Mashuri
Arek Malang, Founder Arema Media Group, JTV dan beberapa media di Indonesia.