Blues SpiritNews

Blues Spirit Sesi 10 : Keadilan Harus Diperjuangkan

Blues Spirit Sesi 10

Bersamaan dengan Blues Spirit Sesi 10 ini, kita lewati hari ke-40 terjadinya Tragedi Kanjuruhan. Empat puluh hari itu, merupakan tahap kedua dari kelaziman suatu ritual terhadap jenazah.

Selalu diperingati dengan penuh arti. Pertamanya adalah 7 hari. Masih akan ada seratus hari, seribu hari, haul dan seterusnya.

Nah, sampai pada lebih dari hari keempatpuluh tewasnya 135 Aremania itu, belum sembuhnya ratusan korban luka itu, tidak bisa pulihnya luka batin kemanusiaan itu, apa yg kita rasakan sekarang?!

Apa?! Persepsi kita, terutama dalam penanganan selama kurun itu?!

Adil memprioritaskan dengan sikap benar-benar usut tuntas?! Atau curang dengan menyepelekan.

“….alah…toh nanti capek sendiri dan lupa. Biar sajalah…”

Lalu diam-diam dikunci.

“cukup-lah enam orang ini saja tersangkanya. Nanti cari alasan pembenarnya?!”

“Yang penting kekuasaan tetap dikendalikan. Kalau ada yang mulai meleleh, jerat dan sandera….”

Benarkah begitu persepsi yang telah timbul dan menyusupi benak kita sekarang?! Kok terasa ada dua pihak yg berlawan?

Yang satu ngerem, cukup ini saja.

Satunya ngegas, usut tuntas sampai ke akar-akarnya?!

Lha lalu sebagai warga daerah, warga Bhumi Arema, kepada siapa kita mesti berpihak?!

Di negara demokrasi, dalam sistem demokrasi, rakyat memang harus aktif dan pintar menentukan keberpihakannya. Kekuasaan kalau dzolim, harus dilawan, keadilan harus diperjuangkan.

Karena keadilan, kejujuran dan keterbukaan adalah tiang demokrasi. Kita tidak bisa hanya sendiko dawuh, seperti dalam sistem kerajaan.

Dalam hal Tragedi Kanjuruhan, kita tahu siapa pihak pencari kebenaran?! Siapa yang sedang menuntut keadilan? Jelaslah Aremania yang menjadi korban. Tentu saja juga rakyat yang merasa keadilan sedang dipermainkan.

Pekan lalu, jumat lalu, dalam live talkshow Blues Spirit malam hari, kita dengar bersama anggota TATAK (Tim Advokad Tragedi Kanjuruhan) menyampaikan Aremania akan terus bersuara. Terus bergerak.

Seperti turun ke jalan yang begitu cantik pada 10 November kemarin. Juga memberi bantuan, pengawalan dan menuntutkan hak, termasuk menuntut pidana maupun perdata.

Tuntutan itu sudah dibuktikan yaitu mengadukan tragedi itu sebagai peristiwa pembunuhan. Itu laporan baru. Menyusul penanganan otomatis oleh polisi. Tragedi itu mestinya bukan delik aduan.

Dua hari lalu pengaduannya sudah masuk di Polres Malang. Legal standingnya, salah satunya, dari korban bernama Devi Atok. Yaitu seorang bapak, yang semua anaknya, dua-duanya, gadis semuanya, tewas dalam tragedi disemprotkannya gas air mata secara membabi buta 1 Oktober lalu.

Kedua anaknya itu tewas membiru dan mulutnya berbusa. Begitu juga mantan istrinya, ikut tewas dalam tragedi itu. Devi Atoklah yang mengihlaskan jenazah anaknya untuk diotopsi.

Bapak muda itu, sebelum berani memberi izin menggali pekuburan putrinya, terlebih dahulu berlindung kepada LPSK, lembaga perlindungan saksi dan korban.

Hidupnya sekarang dalam persembunyian oleh LPSK. Devi Atok ini, begitu ditinggal seluruh kekasih hidupnya, merasa sunyi. Lunglai. Sampai pada tekanan batin yang paling tinggi.

Pada puncak itu, dia merasa harus bangkit. Dadanya bergemuruh. Dia ingin berarti. Setidaknya menuntutkan keadilan demi dua putri tercintanya. Maka dia bersedia menempuh jalur hukum itu.

Semua oknum dari unsur yang terkait terjadinya tragedi itu, sudah diajukan sebagai calon tersangka. Untuk diperiksa lalu diadili. Hukum!!!

Itulah ibadahnya Mas Devi Atok. Karena ibadah itu sesungguhnya adalah ada di setiap nafas dan LANGKAH BAIK manusia.

Wama kholaktul jinna wal insa, illa liyak budun……(Az Zariyat : ayat 56)

Imawan Mashuri

Arek Malang, Founder Arema Media Group, JTV dan beberapa media di Indonesia.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Radio



x