Bau Menyengat Jadi Konsumsi Sehari-hari, Warga Sekitar TPA Tlekung Kibarkan Protes
CITY GUIDE FM, BATU – Ada pemandangan tak biasa di sekitar tikungan depan (TPA) Tlekung, di Jalan Raya Tlekung. Di sana terpampang sebuah banner yang cukup besar berisikan tulisan bernada protes “Sampah iku diolah, ojo ditumpuk ben ora mambu. Lek gak mampu ngolah ditutup ae TPA ne. Ben gak kakean duso, akibat njanjeni warga. Banner iki ojo dicepot, gae semangatmu.”
Pemasangan banner ini bukan tanpa alasan, pasalnya warga sudah sangat jengah dengan aroma menyengat yang mereka hirup setiap hari. Apalagi truk-truk yang melintas yang membawa sampah yang beberapa dari mereka ada yang tidak ditutup, sehingga aroma sampahnya bisa dirasakan di sepanjang jalan.
Seperti yang dikeluhkan oleh ketua RT 01, RW 03 Dusun Gangsiran, Nuraini dan Sulis salah seorang warga di RW yang sama. Dia meminta pemkot untuk segera menindaklanjuti perkara sampah ini. Karena bukan hanya masalah bau tapi juga potensi kerusakan lingkungan.
“Inginnya kan ditindak lanjuti perkara sampah itu, jangan ditumpuk aja. Janjinya bu Wali kan tidak sampai 3 bulan alat buat mengelola sampah itu datang dari jerman apa rusia gitu. Tapi ditunggu sampe lama, ndak ada. Malem, subuh itu buka pintu itu langsung (baunya masuk),” terang Ketua RT 01 Nuraini.
Sementara itu Sulis, warga setempat, turut mengungkapkan kekesalannya. “Saya itu mangkel sama truk yang muat sampah tapi tidak ditutup. Apalagi yang di ‘curah’ itu ngalir air berwarna hijau sampai hitam. Itu limbah dari sana, malam itu ngalilrnya. Bau sampahnya itu sampai bawah sana, sampai Predator Fun Park,” jelas Sulis, salah seorang warga RW 3.
Senada dengan Nuraini, bau menyengat tersebut mulai tercium sejak setelah magrib, malam mulai pukul 21.00 ke atas dan saat subuh, hingga radius 2,5 kilometer. Kondisi ini sudah terjadi selama bertahun-tahun dirasakan warga. Bahkan Sulis sampai menanam bunga Sedap Malam untuk mengurangi bau.
Terlebih, apa yang dikhawatirkan warga adalah potensi pencemaran air akibat dari cairan limbah berwarna hijau dan hitam tersebut. “Kan di sini ada sumur bor. Kalau ada pencemaran air gimana? Saya setiap berangkat kerja itu selalu papasan sama mobil yang nyemprot itu, tapi ya apa baunya tetap ada,” lanjutnya.
Pemkot Batu sebetulnya sudah mendatangkan mesin pyrolysis dan pengelolaan sampah untuk mengolah sampah yang rutin disetor di TPA Tlekung. Namun kapasitas pengolahan mesin tersebut dinilai warga terlalu kecil jika dibandingkan dengan volume sampah yang dibuang.
Diketahui kapasitas mesin tersebut mampu mengolah sampah sampai 50-80 ton sehari. Sementara sampah yang masuk ke TPA tlekung sekitar 120 hingga 160 ton per harinya. Selain itu juga, pemkot batu rutin menyemprot eco enzim setiap pagi untuk meminimalisasi bau, namun warga merasakan tidak ada perubahan yang signifikan. (ref)