
CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Universitas Brawijaya (UB) menjadi tuan rumah Kejuaraan Dunia Tapak Suci ke-2 yang digelar pada 31–3 Agustus di Gor Pertamina UB. Event internasional ini diikuti oleh lebih dari 20 negara selain Indonesia.
Ada Belanda, Nigeria, Singapura, Taiwan dan masih banyak lainnya dengan total peserta secara keseluruhan mencapai sekitar 700 atlet. Lebih dari sekadar olahraga, kegiatan ini juga menjadi wadah diplomasi budaya yang mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal Indonesia.
Kejuaraan dunia ini merupakan bagian dari siklus lima tahunan Tapak Suci. Dalam satu periode, hanya dua kejuaraan dunia untuk menyeleksi utama atlet-atlet terbaik. Para atlet berprestasi nantinya akan mengikuti pelatnas untuk dibina menjadi atlet nasional dan internasional.
“Kami ingin budaya dan peradaban Indonesia ikut mewarnai peradaban dunia. Kearifan lokal seperti pencak silat dan tapak suci punya nilai universal,” ujar Rektor UB Prof Widodo MSi.
Kejuaraan ini sejalan dengan program Globalize UB, yang bertujuan memperkuat posisi kampus di ranah internasional melalui pengenalan budaya serta kerja sama lintas negara. Ketua Pimpinan Wilayah II Tapak Suci Jawa Timur Prof Sasmito Djati mengakui masih ada tantangan teknis pada gelaran ini.
Salah satu kendalanya adalah visa peserta dari beberapa negara. Meski begitu, jumlah partisipan meningkat signifikan dibanding kejuaraan pertama yang digelar di Makassar pada 2018 dengan hanya 14 negara peserta.
“Kali ini peserta mencapai lebih dari 20 negara. Ini perkembangan luar biasa, meskipun masih ada keterbatasan pengalaman dalam mengurus kebutuhan visa,” jelasnya, Jumat (1/8/25).
Lebih jauh Prof Sasmito menargetkan pencak silat bisa masuk dalam olimpiade pada negara partisipan. Tidak hanya itu, ia berencana mengembangkan pusat pelatihan nasional Tapak Suci di Yogyakarta yang tengah dibangun di atas lahan 4.000 meter persegi.
Menariknya, semua istilah teknik dalam kejuaraan ini tetap menggunakan bahasa Indonesia. Mulai dari nama jurus, teknik pukulan, hingga aturan pertandingan. Hal ini merupakan bagian dari upaya menjaga jati diri budaya dalam olahraga bela diri tradisional.
Selain pertandingan, panitia juga menghadirkan rangkaian pertunjukan Reog yang mendapat apresiasi tinggi dari peserta asing. Negara-negara Barat disebut lebih tertarik pada sisi seni dan spiritual pencak silat, dibandingkan aspek fisiknya.
“Kami berharap pencak silat, khususnya Tapak Suci, bisa masuk Olimpiade. Ini bukan soal bertarung, tapi bagaimana warisan budaya bangsa bisa menjadi milik dunia,” tutup Prof Sasmito.
Reporter : Heri Prasetyo
Editor : Intan Refa