NewsPemerintahan

Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD, Memang Cocok di Indonesia?

Dosen Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Dr Sholahuddin al Fatih MH. (Foto : Istimewa)
Dosen Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Dr Sholahuddin al Fatih MH. (Foto : Istimewa)

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD yang disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto memantik respon beragam dari masyarakat. Prabowo menilai sistem ini lebih efisien dari pada pemilihan langsung oleh rakyat yang memakan biaya besar.

Di sisi lain muncul kekhawatiran terjadinya kemunduran demokrasi. Sebenarnya dari segi perspektif hukum, Indonesia memungkinkan melaksanakan metode ini.

“UUD 1945 tidak menentukan secara spesifik apakah pemilihan kepala daerah harus secara langsung atau melalui DPRD. Keduanya boleh selama tetap secara demokratis. Demokrasi tidak hanya berarti pemilihan langsung, tetapi juga dapat melalui representasi DPRD. Salah satu alasan utama yang mendukung sistem pemilihan oleh DPRD adalah efisiensi anggaran,” jelas Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Dr Sholahuddin al Fatih MH.

Pilkada langsung memang membutuhkan dana besar untuk mencetak surat suara, mendistribusikan logistik, hingga pelaksanaan kampanye. Pada beberapa daerah dengan PAD rendah, biaya pilkada bahkan menyedot lebih dari setengah pendapatan daerah.

Baca juga :

“Pilkada langsung di daerah-daerah rawan seperti Papua sering kali menimbulkan konflik antar pendukung yang berujung kekerasan. Bahkan ada laporan tentang hilangnya nyawa akibat perseteruan politik. Maka pemilihan melalui DPRD dapat mengurangi potensi konflik,” katanya.

Meski demikian, menurutnya wacana ini juga tidak luput dari kritik. Ada kekhawatiran pemilihan melalui DPRD dapat mengurangi partisipasi langsung rakyat. Serta berpotensi membuka celah untuk praktik politik uang di kalangan DPRD, yang sebelumnya terjadi di masyarakat.

“Kita tidak boleh mengabaikan risiko bahwa praktik jual-beli suara bisa terjadi di DPRD. Namun, hal ini hanya berupa praduga dan perlu pengujian melalui mekanisme pelaksanaan yang transparan. Pemilihan oleh DPRD bukan berarti demokrasi hilang, melainkan sebuah penyesuaian,” tambah Fatih.

Fatih mengusulkan sistem campuran. Daerah dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tinggi dan indeks kerawanan demokrasi rendah, seperti Jakarta dapat tetap menyelenggarakan pilkada langsung. Sementara itu, daerah dengan tingkat kerawanan tinggi, dapat menggunakan sistem pemilihan oleh DPRD demi mencegah konflik.

“Di Malaysia, pemilihan oleh parlemen lokal berhasil karena homogenitas masyarakatnya yang tinggi. Namun, dapat digarisbawahi bahwa sistem tersebut belum tentu cocok di Indonesia karena karakteristik masyarakat yang berbeda,” kata dosen asal Gresik itu.

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button