InternasionalNews

Jumlah Anak Muda yang Betah Jadi Pengangguran di Korea Naik

ilustrasi pemuda yang stress karena pekerjaan (freepik.com/cookie_studio)
ilustrasi pemuda yang stress karena pekerjaan (freepik.com/cookie_studio)

CITY GUIDE FM, SEOUL – Selain masalah tingkat kelahiran yang rendah, pemerintah Korea Selatan juga dihadapkan dengan problem pengangguran masyarakat usia produktif. Mengutip The Korea Herald, sebanyak 4 dari 10 anak muda telah menganggur selama 3 tahun terakhir.

Jadi, masalah yang menjadi sorotan di Korea Selatan saat ini adalah peningkatan jumlah anak muda yang menyerah mencari kerja. Menurut data statistik Korea, 218 ribu warga berusia 15-29 tahun sudah tidak bekerja selama 3 tahun sampai Mei 2023.

Dari jumlah itu, 80 ribu di antaranya menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah. Bahkan tidak mencari lowongan pekerjaan, mengikuti training atau pendidikan untuk memperluas peluang. Pemerintah menggolongkan mereka sebagai NEET (not in education, employment or training).

Baca juga :

Statistik Korea juga menyoroti jumlah anak muda yang aktif secara ekonomi juga terus menurun. Meskipun ada peningkatan jumlah pekerja di seluruh rentang usia. Menurut data per 13 Oktober menunjukkan bahwa hingga September tahun ini ada 28,6 juta orang berusia 15 atau lebih yang sudah bekerja.

Angka itu naik 309 ribu jika dibandingkan tahun lalu. Akan tetapi jumlah pekerja di rentang usia 15-29 tahun menurun hingga 89 ribu, terus turun selama 11 bulan berturut-turut. Kenaikan jumlah anak muda pengangguran di Korea ini juga membatasi keinginan mereka untuk mencari pasangan dan punya anak.

Menurut survei Badan Statistik Korea, dari 36 ribu anak muda berusia 19-34 tahun, sebanyak 36,4 persennya memiliki rencana menikah. Prosentase ini turun 20,1 persen dari 56,5 persen pada satu dekade lalu atau tahun 2012.

Alasan terbesar mereka enggan menikah salah satunya adalah kekurangan biaya pernikahan, sebanyak 33,7 persen responden. Secara khusus, ketidakstabilan ekonomi juga membuat 80 persen pria enggan menikah. Sedangkan bagi perempuan, selain faktor ekonomi, juga tekanan sosial untuk mereka yang mengharuskan mengurus pekerjaan rumah tangga.

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Radio


x