KesehatanNews

Ironis, Sungai Brantas Tak Ubahnya Tempat Sampah Umum

Aktivis lingkungan ini mendapati berbagai jenis sampah di sepanjang Sungai Brantas. (Foto: Istimewa)
Aktivis lingkungan ini mendapati berbagai jenis sampah di sepanjang Sungai Brantas. (Foto: Istimewa)

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Aktivis lingkungan Malang ini melihat Sungai Brantas tak ubahnya sebagai “tempat sampah umum”. Bagaimana tidak? Saat Komunitas Brantas Mbois bersama jaringan relawan JEJAK (Jaringan Gen Z Jawa Timur Tolak Plastik Sekali Pakai) melakukan susur sungai pada Minggu (19/10/2025) mereka menemukan banyak hal mencengangkan.

Titik yang mereka susuri antara lain di kawasan Polehan, Jembatan Muharto, dan Kebalenwetan. Di sana, mereka melihat warga bebas membuang sampah rumah tangga ke sungai menggunakan tas kresek atau karung. Baik dari jembatan, jendela rumah, maupun pintu dapur.

Bahkan limbah kakus, toilet, dan rumah potong ayam juga langsung dialirkan ke sungai tanpa pengolahan. Koordinator Komunitas Brantas Mbois Afrianto Rahman menyebut jenis sampah terbanyak adalah popok sekali pakai dan styrofoam. Lalu tas kresek, sayuran, dan kulit bawang.

Tak hanya itu, di beberapa titik juga ada ceceran kotoran manusia di tepian sungai. Dan mirisnya, anak-anak malah mandi di air sungai yang kotor itu.

Selain pencemaran sampah padat, ia dan kawan-kawannya juga menemukan mikroplastik dalam jumlah yang signifikan. Penelitian di Jembatan Muharto mencatat temuan fiber sebanyak 31 partikel per 10 liter air, filamen sebanyak 9 partikel, dan fragmen sebanyak 3 partikel.

Di Kelurahan Polehan ditemukan 48 partikel mikroplastik dalam 10 liter air dan di Kelurahan Kebalenwetan ditemukan 34 partikel. Jenis partikel terbanyak adalah fiber, yang menunjukkan tingginya pencemaran dari aktivitas domestik seperti limbah pakaian sintetis dan plastik rumah tangga.

Kondisi ini semakin parah dengan tidak adanya layanan pengangkutan sampah di kawasan bantaran sungai. Akibatnya, masyarakat menjadikan Sungai Brantas sebagai tempat pembuangan sampah rumah tangga yang lebih “praktis”. Sudah pasti, hal ini menciptakan aroma sungai yang anyir, mencemari air, dan membahayakan kesehatan masyarakat setempat.

Baca juga:

“Wali Kota Malang harus turun langsung melihat kondisi sungai ini. Kami siap menemani dan menunjukkan lokasi-lokasi kritis jika beliau bersedia ikut susur sungai,” tegas Afrianto.

Ia pun tahu bahwa pengelolaan Sungai Brantas berada di bawah kewenangan pemerintah pusat. Kendati demikian, pemerintah kota tetap memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi, menyediakan fasilitas, dan mengawasi perilaku masyarakat bantaran sungai.

Afrianto mengingatkan bahwa sampah yang dibuang ke sungai akan berdampak pada kualitas air di 14 kota dan kabupaten di sepanjang aliran Sungai Brantas. Banyak PDAM di Jawa Timur sangat bergantung pada Sungai Brantas sebagai sumber air baku.

Jika pencemaran ini terus berlanjut, risiko kesehatan masyarakat akan meningkat akibat paparan mikroplastik dan kontaminan lainnya.

Sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan advokasi lingkungan, ia mengusulkan tiga rekomendasi. Pertama, pemerintah harus menertibkan bangunan liar yang berdiri di bantaran sungai.

Kedua, pemerintah kota dan kelurahan harus menyediakan sarana dan layanan pengangkutan sampah di kawasan bantaran sungai. Ketiga, perlu ada patroli rutin serta penegakan hukum terhadap pembuangan sampah dan pencemaran sungai secara ilegal.

“Sungai bukan tempat sampah. Sungai punya hak ekologis yang harus dilindungi. Menjaga Brantas berarti menjaga kehidupan,” pungkasnya.

Editor: Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button