Ekonomi BisnisNews

Digdaya Pedagang Kaki Lima (PKL) Indonesia

PKL minuman ringan tetap berjualan saat demo pelajar dan mahasiswa ricuh akibat gas ar mata di DPR RI Jakarta, 25 September 2019. (Sumber : tempo.co)
PKL minuman ringan tetap berjualan saat demo pelajar dan mahasiswa ricuh akibat gas ar mata di DPR RI Jakarta, 25 September 2019. (Sumber : tempo.co)

Pedagang Kaki Lima (PKL) Indonesia adalah pejuang sesungguhnya. Meski acap kali dituding sebagai penyebab kesemrawut dan digrebek oleh Satpol PP di berbagai daerah, sulit kiranya tidak menjura, mengangkat topi untuk mereka. Setidaknya karena PKL-lah aksi-aksi teror yang pernah melanda Indonesia jadi terlihat begitu “cemen” alias tidak terlalu menakutkan.

Kita tentu masih ingat saat peristiwa bom Sarinah Jakarta pada 2016 silam. Hanya berjarak 100 meter dari lokasi bom meledak dan TKP yang terjadi adu tembak, tersebutlah seorang PKL sate sibuk melayani warga.

Di bagian dunia lain, aksi teror sejelas itu sudah membuat orang takut mendekat apalagi nekad berjualan. Tapi tidak dengan pedagang kaki lima tersebut. Di mana ada kerumunan, di situ ada PKL. Gagah berani menembus kericuhan, demi sedikit uang untuk keluarga.

Baca juga :

Atau PKL cilok yang tetap bertahan berjualan di tengah demo besar di Probolinggo. Tidak peduli demo sedang kacau, sang PKL tetap memilih berjualan. Tidak ada pilihan lain mungkin, karena di situlah kerumunan berada.

Banyak cerita tentang kedigdayaan PKL Indonesia. Tidak cuma soal kegagahberaniannya, tetapi PKL kerap dianggap penyelamat Indonesia sehingga tidak terlalu terdampak besar dari imbas krisis moneter 1998. Karena merekalah setidaknya perputaran uang saat krisis itu masih berjalan, dan membuat aktifitas ekonomi rakyat tetap berjalan. Lambat, tapi tidak sampai mati seperti negara-negara lain di kala itu.

Digdaya PKL Indonesia (dan keluarganya). Asal tetap hati-hati saat berada di kerumunan ya Pak. Jangan sampai ada yang beli tapi tidak bayar…

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Radio


x