Kita semua sudah jelas sekarang siapa saja calon kepala daerah yang akan berlaga untuk merebut hati rakyat yang akan dipimpinnya. Apa boleh buat, ya yang ada inilah para calonnya.
Suka atau tidak suka. Rakyat boleh saja berkeinginan, tapi partailah yang menentukan. Semuanya sudah melalui tarik ulur, tukar tambah, jual beli, mahar atau apapun namanya, ada transaksi di sana.
Ada oligarki, ada cukong-cukong yang merusak demokrasi, yang transaksional, yang menjerumuskan. Maka yang tidak diinginkan rakyat bisa diajukan, yang dibenci tetap disodorkan, yang cacat hukum ataupun moral tetap dipaksakan.
Jadi terhadap pasangan-pasangan yang ada ini, tentu kita tidak bisa suka semuanya. Suka calon kepala daerahnya, tidak suka wakilnya. Begitu sebaliknya, suka yang ini tapi pasangannya kok tidak dengan yang itu. Atau pasangan itu, kok tidak dengan ini.
Begitulah, partai berkuasa. Uang juga lebih berkuasa. Dan yang lebih berkuasa lagi, penguasa yang punya kekuasaan uang dan daya paksa.
Pintu utama sekarang ini memanglah partai. Lihatlah, gaya oknum tokoh-tokoh partai saat ini. Partai-partai itu yang dibentuk untuk membangun demokrasi, tapi internalnya membangun kekuasaan seperti kerajaan.
Feodal. Jangan terpaku pada partai. Karena partai bisa ditinggalkan atau meninggalkan calon yang sudah jadi.
Contohnya sudah jelas. Cetho welo-welo. Bukan di kelas kaleng-kaleng.
Oleh karena itu sekarang fokuslah pada calon. Siapa yang kita pilih. Yang berpotensi berkhianat, urakan, ugal-ugalan, tinggalkan!
Lihatlah track record-nya, moralitas, tabiatnya, perbuatan buruk yang pernah dilakukannya. Karena itu kelak kalau berkuasa bisa saja diulang dengan cara yang lebih sempurna.
Datanglah ke bilik, jangan tidak. Betapapun pahit dan curangnya, karena suara kita semua berguna. Pilih yang terbaik dari yang apa adanya ini.
Apa boleh buat…
Imawan Mashuri
Arek Malang, Founder Arema Media Group, JTV dan beberapa media di Indonesia
