Blues Spirit Sesi 34 : Jangan Sampai Membeli Kucing dalam Karung
Hari terus bergulir menuju tahun 2024. Tahun politik, pemilu. Tepatnya 14 Februari 2024 nanti. Kita semua tahu, itulah saatnya suksesi yakni pergantian resmi para pelaku politik. Mulai dari wakil rakyat yaitu waktu kita Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk semua tingkatan.
Kemudian Perwakilan Daerah atau DPD, sampai presiden. Serentak, di hari yang sama. Prosesnya, mulai penjaringan, sampai penetapan calon, sudah terus bergulir. Seluruh jadwalnya sudah dijalankan, sampai waktu untuk minggu tenang.
Terus….
Simak juga :
Sampai waktu nyoblos-nya di dalam bilik suara, nanti. Pemilihan seperti ini, bukan hal baru bagi kita semua. Sejak Undang-Undang Dasar yang telah direvisi tahun 2002, kita sudah melakukan cara pemilihan langsung, yang kita jalani sampai saat ini.
Ada plus-minusnya, tentu saja. Supaya lebih baik, kita akan dengar lagi, kalimat-kalimat normatif lagi. Misalnya begini :
Jangan money politik…
Jangan gadaikan 5 tahun kita dengan uang serangan fajar yang hanya Rp 100 ribuan…
Ikuti hati nurani…
Pilih yang track record-nya baik dan seterusnya…
Tapi efektifkah ajakan itu?! Bisakah dijalankan ajakan itu? Coba kita exercise, khususnya dalam memilih para Calon Legislatif dan Dewan Perwakilan Daerah, dua jenis jabatan yang sudah pasti akan menjadi wakil kita, wakil rakyat.
Kalau nanti sampeyan masuk bilik suara, memilih DPR dan DPD, sampeyan akan dapat 4 lembar kertas suara yang harus dicoblos. DPR RI, DPR Provinsi, DPR Kota atau Kabupaten dan DPD.
Dalam keadaan seperti itu, bagaimana sampeyan memilih ratusan gambar dan nama? Dalam waktu yang singkat?!
Kadang-kadang sulit, mungkin sulit dan memang sulit. Pilihannya biasanya apa bukan pada gambar yang ganteng, yang cantik atau yang populer saja?! Atau bahkan ngawur?! Kalau kenyataannya seperti itu apa benar kita akan menitipkan nasib kepada orang-orang yang tidak benar-benar kita kenal?
Waktu terus berulang. Ada kenyataan yang biasanya nyantol pada pikiran orang adalah tampang dan popularitasnya. Bukan kualitasnya, bukan kapasitasnya. Ya, nanti kita akan dapat lagi seruan atau anjuran, dengan kalimat normatif lagi.
“Saat kampanye di media massa, manfaatkan untuk memilih calon.”
Tapi bisakah dalam durasi 21 hari itu?! Kita mengenali ratusan calon?! Terutama memahami niat, pikiran dan janji-janjinya?! Termasuk track record-nya, kapasitasnya, kejujurannya dan kesungguhannya?!
Bukankah kita sudah sangat berpengalaman, bagaimana setelah mereka jadi kelak?! Kita mengalami ada anggota dewan di kota kita, yang hampir seluruhnya masuk penjara akibat korupsi. Korupsi juga terus terjadi di berbagai tempat, yang begitu merusak keberlangsungan kehidupan berbangsa.
Bukankah itu karena kita salah memilih?! Atau dipaksa harus memilih? Lebih dari itu, salah merekrut, sehingga kita terpaksa memilih yang disodorkan dalam kertas pemilihan itu.
Bisakah untuk kali ini kita mendapatkan wakil-wakil yang benar-benar amanah?! Tidakkah perlu, kita mengenalinya dari sekarang, dari media massa umum yang resmi, yang terkualifikasi, yang hadir menyodorkan, bukan harus perlu dicari.
Bahkan mungkin waktunya harus 1 tahun, disertai tanya jawab supaya benar-benar kita pahami kapasitas dan integritasnya.
Imawan Mashuri
Arek Malang, Founder Arema Media Group dan beberapa media di Indonesia