Blues Spirit Sesi 13 : Rusuh Logika di Kayutangan
Masih tentang Kayu Tangan. Selain posisi geografinya yang strategis, dan fisiknya yang sedang dalam proses revitalisasi sebagai heritage (ini sudah kita bahas pada sesi 12 lalu). Prospek masa depan dan aspek budaya masyarakat Kayu Tangan, seperti kita ketahui bersama juga sangatlah menarik.
Tapi sebelum kita bahas itu, ada baiknya kita kulik sedikit tentang adanya rusuh logika di sana. Sekalian menjawab pertanyaan, apa rusuh logika itu.
Rusuh logika ialah logika yang rusuh, yang sedang bergulir di sana, akibat adanya rencana pembelian (pembelian ya, bukan pembebasan) lahan seluas 792 m persegi, untuk parkir di lokasi yang dikenal dengan sebutan K50, atau Kayu Tangan nomer 50 itu.
Muasalnya adalah info yang dikonfirmasi, bahwa lahan itu dijual dengan diiklankan sejak 2016 seharga Rp 16 miliar. Tidak laku-laku sampai tahun 2022 ini, tepatnya dua atau tiga bulan lalu.
Sesudah itu, Pemkot diketahui membelinya seharga Rp 26,7 miliar. Tentu saja heboh. Banyak pihak bicara. Pro-kontra. Melawan dan membela. Saling adu data. Adu landasan hukumnya.
Terkuak di situ, kemahalan atau selisih naik harga itu, disebabkan oleh adanya ganti rugi non fisik, yang disebut solatium yaitu kerugian emosional akibat kehilangan usaha, kehilangan pendapatan, perlunya biaya pindah dan seterusnya.
Di situlah rusuh logika itu. Rusuh sekali. Karena logika umum berkata, kalau jualan tidak laku-laku, ya harusnya diobral, diturunkan harga. Bukan sebaliknya.
Rusuh logika seperti ini tidak pantas beredar di masyarakat. Karena yang begini-begini ini mengiris rasa keadilan. Katakan teks hukumnya memang begitu, tapi masyarakat umum apa dibiarkan mendapati rusuh logika seperti itu?!
Pemerintah harusnya menjaga kewarasan logika masyarakat. Pemerintah, dalam hal kota Malang adalah eksekutif yaitu wali kota dengan jajarannya, bersama DPRD. Sekali lagi, bersama DPRD.
Anggaran pun yang ngetok itu DPRD. Wali kota saja tidak bisa jalan tanpa DPRD itu. Jadi, pemerintah ya dua lembaga itu. Pemerintah itu memudahkan yang sulit, meringankan yang berat, membuat gampang yang susah, mengurai yang ruwet, menyederhanakan penjelasan dengan menjaga dan merawat rasa keadilan masyarakat.
Untunglah dalam soal pembelian itu, wali kota sudah ambil tindakan, tangguhkan. Sekarang sudah ditangguhkan. Lalu minta pendapat hukum kepada KPK dan kejaksaan.
Mudah-mudahan hukum terus berdiri di atas kebenaran dan kelaziman budaya. Karena sesungguhnya hukum itu dibentuk, menjadi teks, menjadi hukum positip yang kita anut, bersumber dari adat dan budaya.
Untuk ketertiban dan keadilan. Bukan untuk membuat rusuh logika.
Imawan Mashuri
Arek Malang, Founder Arema Media Group, JTV dan beberapa media di Indonesia.