Rawannya Hilang Hak Pilih Saat Pemilu, Bawaslu Kota Malang, Siapkan Beberapa Langkah Tepat
CITY GUIDE FM, MALANG – Selain diperlukan suatu pengawalan terhadap jalannya setiap tahapan pemilu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga terus mengajak agar masyarakat ikut berperan aktif dalam mengikuti pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Hal itu disampaikan Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas & Humas Bawaslu Kota Malang Muahmmad Hanif Fahmi, saat di program Galeri City Guide FM, Rabu (7/12/22).
Hanif mengatakan, Dalam setiap pemilu sangat rawan akan terjadinya berbagai pelanggaran bahkan kecurangan. Indikator penyebab terjadinya hal tersebut tidak hanya berfokus dari penyelenggara, melainkan juga perilaku dari competitor.
“Salah satu pelanggaran yang sering kita temui adalah penyalahgunaan hak pilih. Mulai dari adanya money politic hingga kehilangan hak pilih yang semakin hari semakin menjadi,” ujarnya
Hanif menyebut, sedikitnya terdapat lima modus operandi yang menyebabkan hilang atau dihilangkannya hak pilih seseorang dan dapat dikenakan sanksi pidana.
Pertama, penyelenggara pemilu di tingkat TPS yang tidak memberikan formulir C6 atau undangan untuk menggunakan hak pilih kepada masyarakat dengan maksud tidak netral atau karena tidak profesional kinerjanya, yang berakibat pada hilangnya hak pilih seseorang.
Kemudian yang kedua, pada kasus pemutakhiran data pemilih, dimana masyarakat pemilik hak pilih yang tidak terdaftar di daftar pemilih sementara, kemudian mengurus. Namun karena sistem pendataan pemilih yang seringkali tidak update maka namanya tetap tidak tercantum dalam DPT dan hilang hak suaranya.
“Ketiga, perusahaan atau pelaku usaha yang tidak meliburkan karyawannya dan tidak memberikan karyawan kesempatan untuk memilih,” tuturnya.
Tambah dia, di nomor empat adanya provokasi untuk golput, baik pada dunia nyata maupun di media-media lain oleh oknum tertentu yang memprovokasi masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya, juga dapat dikenakan sanksi pidana.
Tetapi, Pilihan untuk menjadi golput merupakan bagian dari hak warga negara untuk mengekspresikan pikirannya yang dijamin oleh UUD RI 1945 sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 28.
“Kelima, intimidasi karena tidak memercayai sistem pemilu dan politik Republik Indonesia. Apabila kepercayaan publik terhadap integritas pemilu sudah pudar, kondisi yang terjadi tentu saja kegaduhan politik, baik di level vertikal maupun horizontal,” lanjutnya.
Agar penegakan hukum berjalan dengan efektif dan ideal maka diperlukan kerangka hukum dan kepatuhan hukum. Menurut nya, kerangka hukum tidak dapat berjalan dengan baik tanpa kepatuhan hukum.
“Oleh karena itu kedua instrumen tersebut baik kerangka hukum maupun kepatuhan hukum harus selaras berjalan seimbang agar terciptanya pemilu yang demokratis,” tegasnya.
Untuk memastikan terjaminnya prinsip-prinsip penegakan hukum tersebut internasional IDEA mengajukan empat daftar periksa (check list) untuk menguji terhadap materi kerangka hukum yang akan mengatur penyelenggaraan pemilu.
“Jadi, untuk penegakan hukum pemilu di Indonesia sudah dapat menjamin pelaksanaan pemilu yang demokratis. Hal ini dapat dilihat dari adanya mekanisme yang mengatur penyelesaiaan hukum yaitu Bawaslu dan KPU untuk menyelesaikan pelanggaran administrasi, kepolisian dan kejaksaan untuk menyelesaikan pelanggaran pidana serta bawaslu untuk menyelesaikan sengketa pemilu,” pungkasnya. (rep/ok)