Budaya dan PariwisataNews

Popularitas Kampung Warna-Warni Jodipan Kian Meredup

anak-anak bermain di tengah lengangnya Kampung Warna Warni (Foto : Oky Novianton)
anak-anak bermain di tengah lengangnya Kampung Warna Warni (Foto : Oky Novianton)

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Dulu, Kampung Warna-Warni Jodipan (KWJ) menjadi idola wisata tematik yang ramai dikunjungi oleh wisatawan. Baik lokal maupun mancanegara. Titik balik popularitas itu terjadi saat pandemi COVID-19.

Di mana kampung ini tidak menerima kunjungan wisatawan demi menekan penyebaran COVID-19, sesuai instruksi pemerintah. Kemudian, saat pemerintah mencabut PPKM, pengelola dan warga Jodipan begitu senang. Mereka membayangkan kampung mereka akan kembali ramai, seperti dulu.

Tapi sayang, harapan itu ternyata tak kunjung jadi kenyataan. Jumlah kunjungan di Kampung Warna-Warni Jodipan tak ada kenaikan signifikan, bahkan menurun. Perekonomian yang mereka harapkan bisa segera pulih juga hanya sebatas angan saja.

Baca juga :

Ini kontras dengan kawasan Kayutangan Heritage yang semakin ramai wisatawan. KWJ perlahan ditinggalkan dan meredup. Salah satu pengurus KWJ, Ana (33) mengaku, tak ada satupun pejabat dari instansi Pemkot Malang mengunjungi kampung mereka.

“Dulu cuma dikunjungi oleh Wali Kota Abah Anton saat peresmian kampung ini. Sekarang, sudah tidak ada yang datang ke sini,” ujarnya, Minggu (03/09).

Ana mengenang masa jaya KWJ. Ribuan tiket ludes terjual, pendapatan warga yang berdagang laris manis dan setiap minggu bus-bus pariwisata dan turis mancanegara selalu datang ke kampung mereka.

“Ketika ramai, kita pun juga menyediakan tim yang menjemput wisatawan dari Stasiun Malang ke kampung ini. Sekarang, hanya beberapa turis luar negeri saja yang datang. Hanya 10-12 orang sehari,” terangnya.

Wakil Pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) KWJ Kota Malang Su’udi juga mengatakan hal yang sama. Saking sepi dan minimnya pendapatannya, tembok dengan aneka warna dan lukisan yang menjadi ikon utama KWJ juga semakin kusam.

“Setiap pemasukan tiket wisatawan, itu kami gunakan untuk pengecatan ulang. Seharusnya kami cat 2-3 kali setahun tapi sekarang bisanya hanya setahun sekali,” ungkap Su’udi.

Reporter : Oky Novianton

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Radio



x