Para Akademisi Soroti Kebijakan Pengelolaan Sampah Prabowo

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Memasuki satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, kebijakan energi dan lingkungan menjadi salah satu sorotan menarik. Sejumlah akademisi menilai bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 tentang pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan merupakan langkah progresif.
Perpres yang diteken Prabowo pada 10 Oktober 2025 lalu itu bertujuan mengubah sampah kota menjadi sumber energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan. Lalu, hasil listrik dari pengelolaan sampah nantinya akan dibeli oleh PLN.
Dosen Program Studi Administrasi Publik Universitas Brawijaya Adhyka Muttaqin SAP MPA menilai kebijakan ini merupakan lompatan penting dalam tata kelola sampah nasional. Tetapi realitas kapasitas sampah di berbagai daerah menjadi kendala utama.
“Program ini ideal diterapkan di kota metropolitan dengan kapasitas sampah minimal seribu ton per hari. Banyak kota belum memenuhi syarat tersebut. Kota Malang misalnya, hanya menghasilkan sekitar 700 ton per hari,” ujarnya.
Di sisi lain, Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Prof Dr Ing Wardana PhD menilai kebijakan ini sangat potensial secara teknis.
“Kalau dibiarkan, sampah menghasilkan gas rumah kaca. Kalau diolah jadi listrik, justru memberi manfaat bagi masyarakat dan lingkungan,” jelasnya.
Wardana menilai kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang cukup siap menjalankan kebijakan ini. Namun untuk daerah kecil, perlu skema regional atau penggabungan beberapa wilayah.
Maka penting ada konsolidasi antar pemerintah serta peningkatan kepercayaan publik terhadap kebijakan energi. Menurutnya, dukungan masyarakat akan muncul bila pemerintah menunjukkan tata kelola yang transparan dan konsisten.
“Kalau kepercayaan masyarakat tinggi, kebijakan besar seperti ini akan lebih mudah diterima,” katanya.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang Muhammad Sri Wahyudi Suliswanto memandang harus ada perubahan di tingkat rumah tangga sebagai langkah awal sebelum berbicara soal konversi energi.
“Kalau sampah tidak dipilah dari sumbernya, biaya pengolahan di TPA akan membengkak. Ini masalah mendasar yang belum selesai,” katanya.
Ia menambahkan, kebijakan besar seperti ini tidak bisa berhasil dalam waktu singkat. Butuh waktu panjang dan konsistensi, bahkan bisa lebih dari sepuluh tahun untuk mencapai hasil nyata di seluruh wilayah Indonesia.
Reporter: Heri Prasetyo
Editor: Intan Refa