NewsPendidikan

MPR RI Ajak Akademisi Evaluasi UUD ’45, di Tengah Isu Amandemen Konstitusi

Diskusi kajian implementasi konstitusi di Universitas Brawijaya. (Foto: Heri Prasetyo)
Diskusi kajian implementasi konstitusi di Universitas Brawijaya. (Foto: Heri Prasetyo)

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI menggandeng akademisi dari berbagai perguruan tinggi untuk mengevaluasi implementasi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan Taufik Basari dalam forum Diskusi Konstitusi di Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB) mengatakan refleksi terhadap konstitusi perlu melibatkan suara publik. Terutama kalangan intelektual.

“Kami ingin memastikan bahwa wacana perubahan konstitusi. Jika muncul, benar-benar berasal dari kebutuhan rakyat, bukan sekadar dorongan elit politik,” ujar Taufik, yang juga anggota DPR RI dari Fraksi NasDem.

Sejumlah akademisi dari berbagai kampus di Jawa Timur turut hadir. Seperti Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, UIN Maulana Malik Ibrahim, hingga unsur Fakultas Hukum dan rektorat UB. Pada diskusi ini, sebagian peserta mendukung perubahan terbatas, sementara sebagian yang lain menekankan pentingnya perbaikan implementasi hukum ketimbang melakukan amandemen.

Komisi Kajian Ketatanegaraan juga menekankan pentingnya membumikan konstitusi. Agar pembahasan tentang hak-hak dasar, demokrasi, dan keadilan bisa menjadi bagian dari percakapan masyarakat sehari-hari, bukan hanya di ruang akademik atau lembaga negara.

Perubahan konstitusi yang terjadi antara 1999–2002 lahir dari tekanan reformasi 1998. Berbeda situasinya dengan saat ini, maka ia berharap ada pendekatan berbeda melalui dialog terbuka dan ilmiah.

“Kalau dulu perubahan lahir dari krisis politik, sekarang kita ingin perubahan bila memang perlu lahir dari kesadaran kolektif. Itulah semangat evaluasi ini,” jelasnya.

Dekan FISIP UB Dr Ahmad Imron Rozuli menilai diskusi ini sangat relevan untuk menggali makna konstitusi dari berbagai dimensi filosofis, sosiologis, hingga yuridis. Ia melihat masih jauhnya konstitusi dari pemahaman masyarakat umum.

“Kita butuh gerakan simultan untuk merakyatkan konstitusi. Jangan sampai konstitusi hanya dipahami elite, sementara rakyat tidak merasa memiliki,” tegas Imron Rabu (6/8/25).

Setelah Malang, forum serupa akan digelar di Universitas Hasanuddin, Universitas Indonesia, dan sejumlah perguruan tinggi lainnya. Hasilnya akan dituangkan dalam laporan resmi untuk menjadi bahan pertimbangan MPR RI dalam menyikapi arah ketatanegaraan Indonesia ke depan.

Reporter: Heri Prasetyo

Editor: Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button