Budaya dan PariwisataNews

Lereng Gunung Arjuno Banyak Dibangun Kafe, Mata Air Terancam


Sumber mata air Cinde di Bumiaji yang sudah ada sejak zaman Belanda. (Foto: Istimewa)
Sumber mata air Cinde di Bumiaji yang sudah ada sejak zaman Belanda. (Foto: Istimewa)

CITY GUIDE FM, KOTA BATU – Sejak dua tahun terakhir, setelah pandemi COVID-19, aktivitas alih fungsi lahan hijau di kawasan lereng Gunung Arjuno menimbulkan kekhawatiran bagi aktivis lingkungan. Alih fungsi lahan ini berupa pembangunan kafe dan tempat usaha lainnya di atas ladang atau sawah warga di wilayah Bumiaji.

Anggota Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) Rully Wicaksono Hardoko Kusumo menyebutkan, meskipun lahan tersebut milik pribadi, keberadaan kafe-kafe tersebut berdampak besar terhadap kondisi lingkungan. Utamanya pada keberlangsungan sumber mata air.

“Di kawasan Bumiaji ini ada lebih dari 25 sumber mata air. Beberapa di antaranya bahkan menjadi titik nol yang digunakan sebagai sumber air minum bagi warga Bumiaji maupun Malang Raya. Salah satu yang paling penting adalah Sumber Cinde, yang sejak zaman Belanda sudah digunakan dan mengalir ke wilayah Malang Raya melalui Perum Jasa Tirta,” ungkapnya.

Menurutnya, pembangunan yang tidak terkendali berpotensi mengeringkan sumber-sumber air tersebut. Ia mencatat setidaknya ada lima hingga enam sumber yang mulai mengering atau bahkan mati.

“Kalau terdampak, hampir semua terdampak. Tapi yang mati atau kering paling tidak ada sekitar lima atau enam,” ungkap anggota organisasi pecinta alam Kijang Arjuno itu.

Maka, penting di sini peran pemerintah desa hingga DPRD Kota Batu untuk segera membuat regulasi berupa peraturan daerah yang mengatur perlindungan sumber mata air, lahan hijau dan hutan.

“Masyarakat Malang Raya harus sadar, air yang mereka minum berasal dari lereng-lereng Gunung Arjuno, Welirang, dan gugusan Gunung Putri. Sudah saatnya kita bersama menjaga sumber mata air ini,” tegasnya.

Reporter: Asrur Rodzi

Editor: Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button