Kaum Milenial Masih Belum Cakap Dalam Literasi Keuangan
CITY GUIDE FM, YOGYAKARTA – Tingkat literasi keuangan kelompok milenial, cenderung lebih tinggi dibandingkan kelompok lain. Namun demikian,
tidak menjamin, seseorang tidak mengakses ke lembaga keuangan informal.
Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tetap memberikan dan edukasi terus menerus dan tidak boleh berhenti. Mengingat, untuk lembaga keuangan informal tidak menjadi ranah wilayahnya. Masyarakat harus mendapatkan pemahaman, pemanfaatan keuangan formal dan informal.
Hal itu disampaikan Kepala OJK Malang, Sugiarto Kasmuri, saat menggelar media gathering bersama OJK Malang di Hotel Santika Premiere, Kota Yogyakarta, Kamis (1/12/22).
Dirinya menyebut, kaum milenial (anak muda) masih mempercayai lembaga keuangan non-formal karena proses pencairan dana semakin cepat dan tidak memerlukan data-data lengkap.
Namun tanpa disadari oleh mereka, lembaga-lembaga tersebut tidak memiliki ijin oleh OJK.
“Berarti, mereka itu para milenial faham, tapi tidak mau mengakses ke lembaga keuangan formal. Lantas kemana, padahal yang terdaftar di survey, inklusi itu adalah akses layanan keuangan formal. Sementara untuk informal, seperti KSP, tidak termasuk survey kami,” ujarnya.
Kepada reporter City Guide FM, dirinya menyebut literasi keuangan sudah faham, namun akses lebih rendah, itu menjadi tanda tanya. Tentunya, hal itu menjadi perhatian dari OJK sendiri.
“Jangan-jangan larinya ke lembaga informal, untuk sekmen sekmen produk tertentu. Mengingat, di informal, secara teknik pencairan lebih mudah. Baik dalam persyaratan maupun pada kecepatan pencairan keuangan,” tuturnya.
Sugianto juga menambahkan, di tahun 2023 nanti, pihaknya mentargetkan inklusi atau pemahaman layanan keuangan formal, bisa sampai dengan 90 persen.
Menurutnya, hal itu yang terus menjadi PR bagi OJK, untuk terus menaikkan literasi. Sementara untuk tahun ini, masih pada angka 86 persen.
Ketika masih gap, ada celah dan resiko, masyarakat akan terkena tawaran tawaran produk yang mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan.
“Tidak hanya membeli produk yang illegal, yang legal saja kalau tidak sesuai dengan kebutuhan, itu menjadi bagian tantangan kami untuk terus melakukan literasi. Targetnya, adalah memperkecil dan resiko,” pungkasnya. (Oky)