Kasus Bullying di Malang Naik, Akademisi Soroti Lemahnya Pelaksanaan Kebijakan

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Jumlah kasus perundungan di Kota Malang meningkat dalam dua tahun terakhir. Data Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Malang Kota menunjukkan, sejak awal 2025 hingga November terdapat delapan kasus bullying yang ditangani. Angka itu naik dibanding enam kasus sepanjang 2024, dengan mayoritas pelaku maupun korban berasal dari kalangan pelajar SMP.
Peningkatan tersebut mendapat perhatian dari Dr. Alie Zainal A., S.H., M.Kn., akademisi dan pemerhati kebijakan publik dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Malang. Ia menilai, persoalan utama bukan terletak pada ketiadaan aturan hukum, melainkan pada bagaimana kebijakan terkait bullying diterapkan di lapangan.
Menurut Dr. Alie, Indonesia memiliki kerangka hukum yang cukup luas untuk menangani kekerasan dan perundungan. Mulai dari Undang-Undang Perlindungan Anak, ketentuan mengenai anti-bullying, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, hingga aturan baru dalam KUHAP.
“Instrumen hukum yang tersedia sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menjadi dasar penegakan. Masalahnya bukan pada kurangnya aturan, tetapi bagaimana aturan itu dijalankan,” jelasnya, Rabu(26/11/25).
Ia menilai tambahan regulasi baru tidak serta-merta mampu meredam angka perundungan jika praktik di lapangan belum berubah.
Alie juga menuturkan, strategi pelaksanaan kebijakan anti-bullying masih menghadapi banyak kendala. Ia menyoroti minimnya dukungan sumber daya baik tenaga pendidik, aparat, pendanaan, maupun kegiatan edukasi yang bersifat berkelanjutan.
“Program pencegahan membutuhkan tenaga yang terlatih, pendanaan cukup, serta sosialisasi yang dilakukan secara rutin. Tanpa itu, kebijakan hanya berhenti pada dokumen,” katanya.
Ia menambahkan bahwa evaluasi kebijakan amat penting untuk mengetahui sejauh mana langkah pencegahan dan penanganan berjalan sesuai tujuan.
Di tengah meningkatnya perhatian masyarakat, Alie menegaskan bahwa saat ini belum ada Rancangan Undang-Undang khusus anti-bullying dalam agenda pembahasan legislasi.
Isu perundungan hanya muncul dalam bagian tertentu dari beberapa rancangan undang-undang lain, misalnya:
RUU Sistem Pendidikan Nasional, yang memuat pengaturan terkait perundungan di lingkungan sekolah dan RUU Kesehatan, yang menyinggung perlindungan terhadap tenaga medis dan mahasiswa kedokteran dari praktik perundungan.
“Jika menunggu undang-undang baru, prosesnya akan panjang. Padahal aturan yang ada sudah dapat digunakan, asalkan benar-benar dilaksanakan,” ucapnya.
Alie menekankan perlunya tindakan nyata dari lembaga pendidikan, pemerintah daerah, dan masyarakat luas. Ia menilai sosialisasi pencegahan sering kali hanya bersifat simbolis.
“Pencegahan tidak cukup dengan poster atau pamflet. Harus ada kegiatan rutin seperti seminar, lokakarya, atau diskusi yang melibatkan siswa, orang tua, dan pendidik,” tuturnya.
Menurutnya, komitmen bersama dan pelaksanaan kebijakan yang konsisten menjadi kunci agar kasus perundungan tidak terus meningkat.
Reporter: Heri Prasetyo
Editor: Intan Refa




