Budaya dan PariwisataNews

Jelang Hari Tari, Ratusan Anak Ramaikan Festival KBP


Ki Demang beserta arak-arakan nyadran ke makam Mbah Reni, empunya Topeng Malang. (Foto : Asrur Rodzi)
Ki Demang beserta arak-arakan nyadran ke makam Mbah Reni, empunya Topeng Malang. (Foto : Asrur Rodzi)

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Menjelang Hari Tari Sedunia yang jatuh pada 29 April mendatang, Kampung Budaya Polowijen (KBP) menyatukan seni Topeng Jaranan Bantengan dari berbagai sanggar lewat festival, Sabtu (26/4/2025). Mengusung tagline “Sewindu Nyabrang KBP”, di mana Polowijen dulu menjadi episentrum kesenian topeng Malang dan kantung seni budaya.

Penggagas KBP Ki Demang mengatakan kolaborasi masing-masing pelaku kesenian ini perlu mendapat apresiasi sekaligus elaborasi dalam satu panggung.

“…dan Gejug Gongseng adalah jawabannya,” kata pria yang bernama asli Isa Wahyudi itu.

Sedikitnya ada 100 peserta yang mengikuti Lomba Tari Topeng Grebeg Sabrang mulai dari TK hingga SMA. Mereka datang dari sanggar berbagai daerah antara lain Kedungmonggo, Lowokpermanu, Sengreng, Pijiombo, Jatiguwi, Kanggan, Jambuwer, Jabung, Tumpang, Glagahdowo, Singosari, Lawang dan Polowijen sendiri.

Selain lomba Tari Topeng, ada juga Gejug Gongseng #2 bertema “Topengan Jaranan Bantengan Polowijen Seduluran” yang menampilkan jaranan tik dan jaranan dor. Ada pula bantengan Polowijen serta atraksi khas pencak dor yang saat ini hampir punah.

Menariknya lagi, festival KBP ini selalu ada arak-arakan Topeng Malang ke Makam Mbah Tjondro Suwono (Mbah Reni) sang Mpu Topeng Malang. Arak-arakan dipandu Ki Lelono dan Ki Demang menuju ke makam dengan kostum topeng lengkap dengan suasana kebatinan yang penuh khidmat.

“Kita ini perlu mengenalkan kepada pelaku seni topeng bahwa agar jiwa dan raga ini menyatu dalam berkesenian. Maka kita perlu mengisi batin ini dengan mengenal luluhur yang mendahului. Apalagi leluhur itu penemu, pencetus dan merupakan Empu Topeng Malang. Maka setiap kali ada kegiatan topeng di KBP selalu ada ritual arak-arakan dan nyekar atau nyadran ke makam Mbah Reni,” jelas Ki Demang.

Penyelenggaraan festival ini juga tidak lepas dari peran sejumlah komunitas dan pegiat seni.
Salah satunya adalah Sakdan dari Museum Gubuk Wayang Mojokerto. Ia bersama komunitas masyarakat seni yang lain ikut membantu kegiatan sewindu Kampung Budaya Polowijen.

Menurut ada kecenderungan komunitas tari hanya berkutat di sanggar sehingga kegiatan kompetisi seperti ini perlu diramaikan.

“Jadi dengan adanya generasi muda yang berani tampil meskipun belum 100 persen, itu poin tersendiri bagi budaya Indonesia. Berarti budaya itu masih lestari dan ada estafet budayanya” ungkap Sakdan.

Lalu ada juga Rere Wicitra pimpinan sanggar dari Singosari, Gong Pro mengungkapkan pelatihan tari pada generasi mudah punya beberapa manfaat.

“Pertama bisa mengontrolnya emosi yang jelas, kedua bisa bersosial, yang ketiga dia bisa menambah wawasan budaya yang ada. Sehingga gak K-Pop aja yang dihafalin,” ujar Rere.

Reporter : Asrur Rodzi

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button