NewsPeristiwa dan Kriminal

Investasi Apartemen Lunas Malah Pailit, Nasabah MCP Mengadu


Nasabah MCP yang mengadu unitnya masuk aset pailit. (Foto : Heri Prasetyo)
Nasabah MCP yang mengadu unit apartemen milik mereka masuk aset pailit. (Foto : Heri Prasetyo)

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Sebanyak 17 nasabah Malang City Point (MCP) mengadu ke DPRD Kota Malang agar mendapatkan hak-hak mereka kembali. Mereka sebelumnya telah membayar lunas unit apartemen dan kondotel di MCP pada tahun 2009 sampai 2010.

Anehnya, PT Graha Mapan Lestari (GML) yang merupakan developer MCP justru memasukkan unit-unit mereka ini dalam aset pailit. Tercatat setidaknya ada 20 nasabah yang membeli unit bernilai miliaran rupiah itu.

Saat pailit, unit yang sudah mereka tempati atau kelola masuk pula ke dalam aset lelang setelah dua kali lelang gagal. Para nasabah ini tentu tidak terima. Mereka bersama advokat Sumardan SH berembug dengan Ketua DPRD Kota Malang Amithya Ratnanggani Sirraduhita dan Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Nanang Haryono, Senin (2/6/25).

“Nasabah ini sudah lunas semua. Hak mereka tidak bisa didapat karena perusahaan ‘dipailitkan’ setelah pelunasan. Padahal, hak seharusnya sudah beralih ke masyarakat,” jelas Sumardan.

Sumardan juga menyoroti kejanggalan dalam proses pailit dan lelang. Pertama, pelelangan tidak sah sebab pihak pemenang lelang umurnya baru 2 tahun. Ini menurutnya melanggar syarat minimal 10 tahun pengalaman.

Kedua, pemisahan aset. Menurut prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), aset yang sudah lunas harus dikeluarkan dari harta pailit (boedel pailit). Tapi sebaliknya, unit lunas nasabah justru masuk dalam harta pailit. Ketiga, kurator tidak transparan terhadap nilai apraisal aset dan tidak membukanya ke publik.

Akibatnya, nasabah yang semula berstatus pemilik malah menjadi “kreditur konkuren” dengan prioritas rendah dalam pembagian pembayaran. Padahal para nasabah yang kebanyakan lansia awalnya ingin berinvestasi untuk masa pensiun.

Sumardan menduga ada indikasi pidana dalam proses ini. Pihaknya meminta DPRD Kota Malang melakukan mediasi seperti kasus Meikarta. Di mana Komisi 3 DPR RI ikut mempercepat penyelesaian.

Tidak banyak yang mereka inginkan, hanya uang yang telah mereka keluarkan kembali utuh. Sesuai nilai pembayaran tahun 2009-2010 tanpa bunga atau keuntungan. Total kerugian 20 unit tersebut mencapai Rp7,7 miliar.

“Mereka tidak mau unitnya lagi, takut bermasalah. Cukup uang pokoknya dikembalikan,” imbuh Sumardan.

Salah satu korban, Tharfiansyah (78) asal Kota Surabaya mengatakan ia dulu membeli unit itu senilai Rp585 juta. Namun, akibat sengketa ini, ia hanya akan menerima sekitar Rp77 juta jika ikut pembagian hasil lelang.

“Ini uang kami di rampok, makanya kami datang kesini (DPRD) untuk penyelesaian. Mudah-mudahan ya,” harapnya.

Reporter : Heri Prasetyo

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button