FHUB Soroti Krisis Korupsi Tata Kelola Pertambangan Indonesia

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Sejumlah kasus korupsi yang terungkap melibatkan sektor pertambangan belakangan ini, sudah cukup membuat publik tercengang. Masyarakat dibikin geleng-geleng kepala dengan nominal kerugian negara yang sangat fantastis.
Situasi yang mengkhawatirkan ini menjadi perhatian penting bagi Guru Besar Ilmu Hukum Lingkungan dan SDA Universitas Brawijaya, Prof Dr Rachmad Syafa’at. Karena alasan tersebut, dia mendorong mahasiswa untuk turut menyuarakan dan melek terhadap krisis korupsi ini lewat Mimbar Bebas dan Policy Brief, pada Kamis (20/3/2025).
“Teori tanpa praktik hanya akan menjadi mimpi. Mahasiswa harus melihat langsung persoalan korupsi di lapangan untuk memahami betapa urgent-nya perbaikan tata kelola SDA,” kata Prof Rachmad.
Sejumlah mahasiswa berorasi tentang bagaimana tanggung jawab pemerintah dalam penanggulangan krisis korupsi dalam tata kelola pertambangan. Mereka menyoroti buruknya tata kelola sumber daya alam yang menyebabkan eksploitasi berlebihan, degradasi lingkungan, dan ketidakadilan sosial.
Mengutip buku karya Prof Rachmad Syafaat dkk berjudul “Karakteristik dan Pertanggungjawaban Hukum Oligark dalam Tata Kelola Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam”, menjelaskan kerusakan parah akibat eksploitasi alam berlebihan.
Dalam buku itu, berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), hingga 2017, sekitar 44 persen dari luas kepulauan dan daratan Indonesia telah dikuasai oleh pemilik konsesi pertambangan (BBC, 2017).
Sampai dengan Juni 2020, ada 1.034 unit izin pinjam pakai kawasan hutan yang tersebar di berbagai wilayah dengan luas total setara dua kali lipat luas Kabupaten Bogor (Jatam, 2020).
Akibatnya, kawasan hutan lindung makin terancam dan berbagai daerah aliran sungai (DAS) pun semakin mengalami kerusakan parah. Dan lagi di Samarinda, 17 persen wilayah kota telah menjadi wilayah tambang batu bara. Bahkan terdapat 48 titik banjir yang merendam sekitar 17.485 rumah warga pada 2019 (Mongabay, 2020).
Meski konstitusi mengamanatkan pengelolaan SDA untuk kemakmuran rakyat, tapi praktik korup dalam pemberian izin pertambangan masih marak. Data menunjukkan, sejak 2007, terdapat 13 kasus korupsi di sektor pertambangan, kehutanan, dan perkebunan yang telah mendapat putusan pengadilan.
Contoh lain yang cukup menggemparkan adalah korupsi tambang timah di Bangka Belitung yang menyebabkan kerugian mencapai Rp271 triliun. Lalu, kasus korupsi tata kelola emas PT Antam juga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp3,3 triliun.
Para mahasiswa itu merekomendasikan ada kolaborasi antarlembaga. Seperti Kementerian ESDM, KLHK, dan KPK, untuk memperbaiki secara menyeluruh sistem perizinan dan penegakan hukum.
Reporter : Heri Prasetyo
Editor : Intan Refa