
CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Atlet cabor anggar, Matilis Denalin Wula Muskanan tampil gemilang dengan keberhasilannya menyabet medali emas. Dia sudah membayangkan betapa bangganya berhasil menambah koleksi medali untuk Kota Malang.
Namun, semua itu langsung sirna tatkala panitia Porpov mendadak menghapus cabor anggar. Bahkan, keputusan itu dilakukan saat pekan olahraga tersebut masih berlangsung.
Bak disambar petir, seluruh latihan keras yang sudah dia lalui untuk berkompetisi tiba-tiba lenyap begitu saja.
“Rasanya antara bangga dan sedih. Kami sudah berlatih keras selama hampir setahun, lalu saat bertanding dan menang, malah dikabarkan cabor kami dihapus,” ujar Denalin, Jumat (25/7/25).
Perempuan kelahiran 2008 ini baru saja menamatkan jenjang SMA dan tercatat sebagai mahasiswa Universitas Brawijaya. Dulu, ia mengenal anggar secara tidak sengaja dari tayangan film dan olimpiade. Namun ketika tahu bahwa anggar ada di Kota Malang, ia langsung tertarik.
“Anggar itu keren, penuh strategi, dan nggak banyak yang berani coba. Itu yang bikin aku jatuh cinta,” jelasnya.
Jauh sebelum laga, Denalin dan tim anggar Kota Malang menjalani latihan intensif selama 10 bulan. Latihan dilakukan setiap hari, termasuk akhir pekan dan hari libur, selama 3–5 jam per sesi.
“Kami bukan cuma ditempa fisik, tapi juga mental dan psikologis. Karena untuk jadi juara, kita harus kuat dari dalam juga,” ujarnya.
Semangat itu membuahkan hasil. Kota Malang sukses menyandang gelar juara umum cabor anggar, mengumpulkan total 3 medali emas, 3 medali perak, dan 2 medali perunggu. Sayangnya, kegembiraan itu tak berlangsung lama saat ia mendengar panitia menghapus cabor anggar dari daftar resmi Porprov IX.
Kecewa? Down? Sudah pasti.
“Perjuangan kami seperti dihapus begitu saja. Kami bertanding untuk mengharumkan nama kota, tapi malah seolah tidak pernah ada,” ungkap Denalin yang mengaku sempat kehilangan semangat.
Meski begitu, ia menegaskan tidak akan menyerah.
“Kalau aku berhenti, semua perjuanganku kemarin sia-sia. Ini justru jadi titik balik. Aku ingin buktikan bahwa anggar layak diperjuangkan,” lanjutnya.
Di benaknya, Denalin sangat terinspirasi oleh pelatihnya, seorang legenda anggar yang pernah membawa pulang 8 emas di PON dan mewakili Indonesia di SEA Games.
“Beliau bilang, ‘Keberhasilan kalian adalah keberhasilan saya.’ Itu yang selalu aku ingat setiap kali ingin menyerah,” tambahnya.
Denalin berharap, kejadian ini bisa menjadi titik tolak pembenahan sistem olahraga di Jawa Timur.
“Kami ingin dihargai. Bagi kami, olahraga bukan hanya soal podium. Ini soal perjuangan, dedikasi, dan martabat. Kami berharap keadilan segera ditegakkan,” kata Denalin.
Persoalan ini turut menuai kritikan dari Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT). Mereka menilai penghapusan cabor saat pertandingan berlangsung melanggar asas keadilan olahraga dan berdampak serius pada psikologis atlet muda.
“Bayangkan, seorang atlet berprestasi membawa dua emas. Namun haknya batal karena cabor yang ia bela dihapus begitu saja,” ujar Ketua JKJT Agustinus Tedja GK Bawana.
Menurut Tedja, langkah panitia dan KONI melanggar regulasi. Antara lain UU No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Perpres No 95 Tahun 2017 dan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Pihaknya mengaku telah mengajukan audiensi kepada Komisi A dan Komisi D DPRD Kota Malang, untuk mendesak klarifikasi dan pertanggungjawaban dari panitia serta KONI Jatim. Mereka juga meminta adanya kompensasi materiil dan imateriil atas dampak yang ditimbulkan.
“Kami minta hak-hak atlet dipulihkan. Tidak hanya dalam bentuk bonus, tapi juga penghargaan dan perlindungan psikologis atas rasa kecewa yang mereka alami,” tegasnya.
Reporter : Heri Prasetyo
Editor : Intan Refa