Blues SpiritNews

Blues Spirit Sesi 52 : Drama Komedi Pejabat Malang

Blues Spirit Sesi 52

Malang ternyata juga punya drama yang cukup menarik. Drama Komedi. Tergelar di pertigaan Jalan Basuki Rahmat, paling utara.

Di titik bertemunya arus lalu lintas dari Kota Batu dari arah barat, dan dari Surabaya dari arah selatan. Tepatnya di bawah jam kota, jam peninggalan sejarah kolonial, penanda masuk Kota Malang.

Jam itu disebut stadsklok. Dibuat tahun 1925, lalu disempurnakan tahun 1926 dalam paket pembangunan gementee. Arsiteknya Van Os.

Tahun 2021 sudah dilindungi sebagai cagar budaya berdasarkan SK wali kota Malang. Di situ, beberapa hari lalu, ada tukang-tukang bekerja, membongkar pagar melingkar, pagar pelindung jam itu.

Bukan sekadar pelindung, tapi adalah satu kesatuan dengan jam itu. Karena di pagar itu ada panah yang menunjuk jalan. Di atasnya ada papan penanda arah ke kota-kota lain.

“Pembongkaran itu untuk apa? Apa jamnya akan digeser?!” tanya seorang pemerhati heritage kepada seorang kepala dinas yang mengawasi proyek itu.

Simak juga :

Pemerhati itu tanya tentu terkait pelestarian dan aturan tentang heritage, yang sedang diwujudkan sebagai upaya menguatkan identitas dan karakter kota.

Tapi dengar jawaban Kepala Dinas itu, “Masih akan didiskusikan?!”

Lhooo…..

Sudah ada tindakan pembongkaran, tapi masih akan didiskusikan? Pagarnya bahkan sudah hilang.

Konon, jamnya juga mau digeser, atau diganti, atau mungkin dipindah. Mungkin juga dilarikan ke Belanda sana. Mungkin….

Itulah skuel komedi. Ada semacam kucing-kucingannya juga. Tapi percakapan warga sudah keburu ramai. Terutama di grup-grup WA, yang ada eksekutif dan anggota legislatifnya.

Lalu, sekuel berikutnya, kisah separator di Rajabali dan mengolah titik perempatan baru di situ. Di situ ada adegan, terpaksa, mendadak, bingung dan kehilangan model dalam irama heritage.

Berikut soal parkir yang begitu kacaunya, yang justru menghilangkan makna kehadiran Kayutangan Heritage itu sendiri.

Sehingga……mesisan wis, dinamai saja WISATA PARKIR KAYUTANGAN.

Berikutnya lagi adalah adegan alamiah, banjir!!

Banjir yang terus berulang, sama seperti tahun sebelumnya. Dengan persoalan yang juga sama. Di tempat-tempat yang sama pula. Bahkan melebar.

Ada yang nyeletuk di situ. Yak apa kerjae bos-bos itu? Katae dibetulno. Kemana uange?! Aku urun terus lho lewat pajak.

Begitulah. Tapi bukan Arek Malang, nek gak iso mengubah derita menjadi tawa.

Lihatlah banjir di Soehat dinamainya Suhat Waterboom.

Banjir di Kedawung disebut Kolam Renang Kedawung.

Banjir di Bandulan jadi Bandulan Waterpark.

Banjir di Sawojajar dinamai Waterboom Sawojajar.

Banjir Soehat disebut Suhat Rafting.

Banjir Galunggung jadi Galunggung Sea World.

Semua digambarkan dengan visual riil banjirnya.

Ditulisi pula tiket masuknya, gratis!!!

Begitulah komedi. Drama komedi. Pejabatnya lucu-lucu.

Jangan tanya, mana programnya yang utuh, terkonsep, yang lahir dari gagasan bagus. Yang dibahas secara akademis dan budaya, yang melibatkan masyarakat, yang lalu dikerjakan secara sungguh-sungguh, terbuka, BUKA BLAK semuanya.

Mulai dari konsep, sampai belanjanya? transparan? Jangan tanya itu. Karena ini dagelan. Untuk proyek mendapatkan cuan.

Imawan Mashuri

Arek Malang, Founder Arema Media Group, JTV dan beberapa media di Indonesia.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Radio


x