Blues SpiritNews

Blues Spirit Sesi 24 : Media dalam Pengaruh Oligarki

Blues Spirit Sesi 24

Pergeseran perilaku hidup akibat digitalisasi, telah kita sadari, bukan lagi sekadar pergeseran. Tapi telah menjadi perubahan. Bahkan sudah menjelma menjadi keadaan.

Maka, oleh sebab itu, kita harus benar-benar mengikhlasi, bahwa inilah hidup. Hidup di zaman sekarang. Yang dimanjakan oleh teknologi digital untuk efektivitas dan efisiensi hidup.

Segala implikasi dan peluangnya sedang dan sudah kita geluti hari-hari. Berproses menjadi kebiasaan. Berada pada normal baru yang juga sudah bukan baru lagi.

Baca juga :

Pendeknya, ya..inilah sekarang. Memasuki halaman ujung hidup menjelang landai. Setelah diguncang-guncang perubahan yang begitu cepat dan bertubi-tubi.

Pergeseran perilaku, terjadi. Kita semua bisa mengidentifikasi, karena kita jugalah yang menjalani. Jadi, tidak perlu lagi kita jelaskan di sini. Dalam hal media, pandangan akademik mengatakan landai itu kini sudah di depan, kira-kira satu tahap lagi. Sepelemparan batu lagi.

Di sanalah gerbangnya. Titik startnya. Start untuk masuk ke dunia landai, dunia normal. Normal baru itu. Dalam keadaan seperti sekarang itu, diperlukan banyak media yang kuat, yang bisa menjaga arah kemajuan, agar tidak melenceng dari cita-cita bangsa. Yang menjaga identitas, terhadap apa saja yang harus terus utuh.

Yang memelihara, terutama budaya agar tidak kehilangan jati diri. Medialah, terutama yang mainstream, yang bisa melakukan kontrol terhadap penyimpangan.

Yang bisa mengkritik secara konstruktif. Karena bekerja di bawah undang-undang dan kode etik. Sayangnya, banyak media yang tumbang oleh disrupsi digitalisasi, ditambah penderitaan akibat pandemi. 

Untuk hidup, kini ada yang bergantung kepada oligarki dan penguasa. Karena kekuatan ekonomi memang di tangan mereka. Mereka itulah yang kuat membeli iklan. Bahkan membeli perusahaannya sekalian.

Tapi oligarki itu punya mau. Mau terus mengendalikan ekonomi. Ekonomi yang luas, dikendalikan oleh mereka yang segelintir. Penguasa juga dirayu, untuk berada dalam frame kendalinya.

Penguasa itu juga punya mau. Mau kekuasaannya langgeng. Kalau itu terus terjadi, akan bahaya untuk keadilan sosial. Untuk pemerataan.

Media itu bisa memimpin opini. Kalau opini itu di bawah kendali oligarki, bisa dibayangkan, sila kelima kita, akan menjadi jauh panggang dari api. Media itu, kini juga adalah medsos.

Maka, itu berarti kita semua kini harus kembali ke nurani dalam menggunakannya. Bahwa normal baru itu, kitalah yang harus ikut mengendalikan. Kita yang harus mengisi. Hindari hoax dan emosi.

Imawan Mashuri

Arek Malang, Founder Arema Media Group, JTV dan beberapa media di Indonesia.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Radio


x