Antara Jabatan dan Kepekaan: Menyoal Kepemimpinan yang Merakyat

CITY GUIDE FM, IDJEN TALK – Pemberitaan soal Bupati Pati yang dengan angkuh menantang para demonstran yang memprotes kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 200 persen akhirnya menuai kritikan. Dia dianggap tidak peka dan berpihak kepada masyarakat.
Menurut Wakil Wali Kota Batu Heli Suyanto, pemimpin yang merakyat harus bisa hadir di tengah masyarakat. Bukan hanya hadir secara fisik tapi juga secara empati.
“Karena kepala daerah tugas utamanya bukan hanya sekedar administrasi. Salah satunya kebijakan soal pajak, di mana Kota Batu menurunkan nilai PBB sebesar 30 persen. Selain itu, skema pajak juga diubah menjadi berbasis zona dan meringankan beban masyarakat,” kata Heli.
Audiensi langsung dengan masyarakat juga perlu untuk memastikan tidak ada jarak antara pemimpin dan rakyat. Dosen FISIP Universitas Airlangga Dr Suko Widodo berpendapat kepemimpinan sejati tidak lahir dari monolog tapi dialog bersama masyarakat.
“Karena itu penting sekali menjaga keseimbangan komunikasi. Terkait kasus Bupati Pati yang menuai kontroversi karena kebijakan pajaknya, terletak pada cara komunikasi,” kata Suko.
Sebagai pemimpin penting juga memiliki kepekaan dan berempati yang artinya mampu memahami kondisi masyarakat. Menurut Suko, salah satu tantangan pemimpin di era teknologi saat ini adalah ekspektasi masyarakat yang berlebihan dari realita di lapangan.
Pakar Kebijakan Publik UNISMA Dr Hayat menambahkan pemimpin yang peka itu adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan publik harus melalui tiga prinsip yaitu formulasi, implementasi dan evaluasi. Ini bisa terwujud dengan pola komunikasi yang efektif.
“Dalam menyusun suatu kebijakan butuh kajian pada permasalahan yang dihadapi masyarakat. Agar bisa menjadi kebijakan yang dibutuhkan masyarakat,” kata Hayat. (AN)
Editor: Intan Refa