6 Bangunan Peninggalan Kolonial Belanda di Malang
CITY GUIDE FM – Dulunya, Malang merupakan wilayah penting bagi kolonial Belanda karena letaknya strategis untuk perkembangan bidang ekonomi. Misalnya sektor perkebunan kopi, tebu, dan pabrik gula. Oleh sebab itu, kita bisa menemui berbagai bangunan peninggalan kolonial di Malang, sebagai berikut :
Syphon Metro Talangagung
Merupakan saluran berupa dua pipa raksasa yang ada di Kepanjen sejak 1903. Saluran ini berfungsi sebagai irigasi untuk area Kepanjen dan sekitarnya. Sebagai informasi, irigasi pertama kali dikenalkan oleh pemerintah kolonial pada saat menerapkan sistem tanam paksa.
GPIB Immanuel Malang
Adalah salah satu gereja tertua di Malang yang berdiri sejak 1861 dan menjadi tempat perkumpulan kerohanian Kristen saat Perang Dunia II pecah. Kemudian pada masa pemerintahan Jepang, gereja yang ada di Jalan Merdeka Barat ini menjadi gudang beras.
Baca juga :
Stasiun Kota Lama Malang
Melalui perusahaan Staats Spoorwegen, Belanda mendirikan Stasiun Kota Lama Malang pada 1879. Tujuannya adalah untuk mengangkut hasil bumi dari Malang ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya melewati Pasuruan.
Jembatan Talang Kepanjen
Pengerjaan jembatan saluran air ini berbarengan dengan Syphon Metro Talangagung yang berjarak sekitar 600 meter. Jembatan Talang Kepanjen berfungsi untuk menyeberangkan air ke daerah yang kekurangan. Selain itu, masyarakat juga menggunakan jembatan ini sebagai prasarana penyeberangan pejalan kaki.
Wisma Tumapel
Pada 1928, Belanda membangun Wisma Tumapel sebagai hotel mewah. Namun pada 1944, Jepang menjadikannya sebuah kantor pemerintahan. Kemudian tahun 1950, Wisma Tumapel menjadi milik Universitas Airlangga Surabaya sampai pada 1968 berganti ke Universitas Negeri Malang.
Alun-alun Tugu Malang
Peninggalan kolonial di Malang yang satu ini menjadi ikon kota yang saat ini sedang digandrungi wisatawan. Mulanya, Belanda membuat taman sebagai penghormatan kepada Gubernur Jenderal JP Coen, pendiri Batavia atau Jakarta. Setahun setelah kemerdekaan, muncul inisiatif mendirikan tugu di tengah taman.
Penulis : Faydina Rizki (magang)
Editor : Intan Refa