NewsPeristiwa dan Kriminal

5 Fakta Pengeroyokan Remaja Hingga Tewas Oleh Oknum PSHT

Wakapolres Malang Kompol Imam Mustolih menunjukkan barang bukti kasus pengeroyokan oleh oknum PSHT. (Foto : Intan Refa)
Wakapolres Malang Kompol Imam Mustolih menunjukkan barang bukti kasus pengeroyokan oleh oknum PSHT. (Foto : Intan Refa)

CITY GUIDE FM, KABUPATEN MALANG – Siswa SMK berinisial ASA (17) meregang nyawa setelah menerima pukulan bertubi-tubi dari sejumlah anggota perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Sungguh sayang, ketika alasan pengeroyokan oleh oknum PSHT gegara hal sepele. Dalam pers rilis pada Jumat (14/9/2024), Wakapolres Malang Kompol Imam Mustolih telah menetapkan 10 orang tersangka. Berikut beberapa fakta seputar pengeroyokan tersebut :

Bermula ketika korban memposting status WA

Sekitar bulan Agustus, korban ASA memposting status di story Whatsapp yang menunjukkan dia tengah mengenakan seragam perguruan silat PSHT. Melihat status itu, teman korban menanyakan maksud ASA memposting foto tersebut. Karena, korban bukanlah anggota dari kelompok itu.

Korban mendatangi rumah salah satu pelaku

Pada Rabu (4/9/2024), salah satu pelaku berinisial MAS (17) meminta korban datang ke rumahnya di Desa Ngenep, Karangploso sekitar pukul 19.00 WIB. Saat korban tiba, pelaku lain VM (16) dan RAF (17) juga datang ke rumah MAS untuk mengambil seragam PSHT milik RAF. Lalu pelaku lain Somat (20), Huda (23), dan Ragil (19) juga berdatangan.

Mereka membahas terkait korban yang bukan anggota PSHT. Lalu, para pelaku sepakat untuk meminta korban menulis surat pernyataan klarifikasi. Ragil mendikte isi surat itu, dan MAS meminta korban membacanya sambil Bagus (saksi) memvideokannya.

Kemudian pukul 20.00 WIB, pelaku Ragil menantang korban untuk duel satu lawan satu. Saat itulah penganiayaan dimulai. Saat duel itu, Ragil yang pertama kali memukul dada korban dua kali dan menendang tangan kanan korban dua kali.

Lalu pelaku VM, MAS, RAF dan Somat secara bergantian memukuli korban. Semuanya mengenai bagian dada, pantat, tangan dan kaki korban. Kendatipun begitu, korban masih tampak biasa saja bahkan mengobrol dengan para pelaku, sampai akhirnya pulang ke rumah masing-masing.

Korban ingin ikut latihan, tapi dianggap anggota gadungan

Lalu pada Jumat (6/9/2024), korban mendatangi rumah kawannya, MAS. Ternyata di sana sudah ada pelaku lain yaitu Somad dan empat kawannya. Lantas mereka bersama-sama menuju tempat latihan PSHT di Petren Ngijo, Dusun Kedawung, Desa Ngijo, Karangploso sekitar pukul 19.15 WIB.

Saat itu, MAS mengajar siswa PSHT dan melihat korban berada di barisan belakang dengan memakai seragam pinjaman milik VM. Entah apa yang terjadi, VM memukul pundak korban memakai sandal dua kali. Setelah itu, anggota PSHT Nurokhman (saksi) menanyai dan menuduh korban sebagai PSHT gadungan.

Pendeknya, pelaku lain bernama Putra (25) memukuli kepala dan tangan korban. Meski sempat dilerai VM, ternyata anggota PSHT lain RH (15), RFP (17), Dika (19) dan RAF (17) bergantian melakukan pengeroyokan pada ASA. Korban sempat lemas dan sesak nafas saat itu.

Tak lama kemudian RFP tiba-tiba memukul kepala korban dengan balok paving. Meski begitu, mereka tetap meminta korban mengikuti latihan bersama siswa lain. Entah karena tidak tahu bagaimana cara berlatih anggota PSHT, pelaku PIAH (15) menegur korban dan bahkan menendang korban mengenai ulu hati. Saat itulah, korban roboh dan tak sadarkan diri.

ASA mendapat perawatan di rumah sakit

ASA awalnya mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Prasetya Husada dalam kondisi koma. Ternyata, sejumlah organ dalam korban mengalami kerusakan hingga akhirnya dirujuk ke RST Soepraoen. Setelah koma selama 6 hari, ASA akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya saat hendak menjalani operasi otak, pada Kamis (12/9/2024).

Dari hasil visum et repertum, penyebab kematian korban adalah akibat dari pendarahan otak yang disertai dengan kerusakan sel otak di bagian temporoparietal kiri. Serta terdapat memar di paru-paru. Sedangkan di tubuh bagian luar juga terdapat sejumlah luka memar.

Jeratan hukum pelaku

Seluruh pelaku baik anak-anak maupun dewasa dijerat Pasal 80 ayat 3 Jo Pasal 76C UU No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 170 ayat 2 KUHP. Ancaman hukumannya adalah penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Radio



x