Budaya dan PariwisataNews

Warga Mojorejo “Selametan” Peringati Berdirinya Prasasti Sangguran

Warga Desa Mojorejo peringati hari berdirinya Prasasti Sangguran. (Foto : Istimewa)
Warga Desa Mojorejo peringati hari berdirinya Prasasti Sangguran. (Foto : Istimewa)

CITY GUIDE, KOTA BATU – Puluhan orang mengenakan pakaian tari dan busana tradisional Jawa terlihat berbaris rapi. Beberapa peserta tampak ada yang mengusung tumpeng, berbaris teratur menuju punden yang terletak di Dusun Ngadad, Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo.

Hari ini, Sabtu (2/8/2025) diperingati sebagai hari berdirinya Prasasti Sangguran. Lebih dari satu milenium lalu, tepatnya pada 2 Agustus 928 Masehi, perintis Kerajaan di Jawa Timur, Empu Sindok memberikan penghargaan berupa kawasan bebas pajak kepada para perajin senjata di daerah Sangguran. Wilayah yang kini dikenal sebagai Desa Mojorejo itu.

Panitia sekaligus praktisi budaya Desa Mojorejo Siswanto Galih menyebut bahwa peringatan ini tidak hanya bertujuan merayakan masa lalu. Tetapi juga menjadi ajang edukasi sejarah bagi masyarakat. Walaupun pada kenyataannya, prasasti tersebut kini masih berada di Skotlandia tak menyurutkan semangat warga Mojorejo untuk terus melestarikan nilai-nilai budaya masa lalu.

“Tidak seperti kegiatan yang melebihkan kegiatan entertain-nya, tapi kita lebih ke edukasi,” jelas pria yang akrab disapa Cak Pentol itu.

Selain pertunjukan tari dan selametan tumpeng, ada juga diskusi budaya dan sarasehan yang dihadiri sejarawan Dwi Cahyono dan Pamong Budaya dari Dinas Pariwisata Kota Batu Naning Wulandari.

Diskusi itu membahas proses repatriasi prasasti yang sudah berjalan hampir dua dekade. Serta berbagai tantangan dalam mengembalikan prasasti seberat 800 kilogram itu ke tempat asalnya di Kota Batu.

Sebagai informasi, Prasasti Sangguran dipindahkan dari Indonesia pada masa pemerintahan Gubernur Hindia Belanda, Thomas Stamford Raffles, pada tahun 1812. Prasasti itu dihadiahkan kepada penguasa kolonial Hindia Lord Minto.

Menurut Dwi Cahyono, Raffles bahkan menulis banyak hal tentang prasasti Sangguran dalam bukunya The History of Java. Dwi juga menambahkan bahwa prasasti ini memiliki nilai penting bagi Kota Batu.

Termasuk sejarah penamaan wilayah “Batu” tertulis di berbagai prasasti, termasuk dalam Prasasti Sangguran. Harapannya, upaya repatriasi ini dapat menjadi pengingat bahwa Kota Batu memiliki sejarah panjang yang jauh melampaui berdiri kota secara administratif pada tahun 2001.

“Penanda Prasasti Sangguran, selain sebagai penanda hari jadi desa, juga bisa jadi hari jadi daerah Batu. Sehingga Kota Batu punya dua hari jadi, yaitu hari jadi daerah Batu dan hari jadi Kota Batu. Agar kita tidak terjebak sama hari jadi pemerintahan,” jelasnya.

Reporter : Asrur Rodzi

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button