CITY GUIDE FM, IDJEN TALK – Penggunaan vape saat ini sama banyaknya dengan pengguna rokok tembakau. Bahkan pengguna vape malah lebih luas termasuk wanita. Salah satu perokok aktif Ilham Akbar mengatakan selama merokok selama 2 tahun bermula karena lingkungannya.
“Frekuensi merokok saya masih rendah, seringnya satu hari satu batang saja. Kecuali ketika bertemu rekan, bisa lebih intens,” kata Ilham.
Meskipun sudah ada peringatan jelas terkait bahaya merokok bahkan pada kemasan, sebagai perokok aktif dia tidak begitu menggubris. Mungkin karena belum merasakan dampak buruknya sampai sekarang.
Baca juga :
Saat ini, perlahan Ilham mulai beralih ke vape, sebagai selingan. Dia juga mengatakan belum ada rencana berhenti merokok tembakau ataupun vape.
Mendengar itu, Dokter Spesialis Paru RSSA Malang dr Fitri Indah Sari mengatakan orang lain tidak bisa langsung meminta perokok aktif untuk berhenti. Umumnya perokok hanya bisa berhenti atas kemauannya sendiri, itu pun juga tidak mudah.
“Karena ada gejala putus nikotin berupa rasa kecemasan dan pusing. Ini yang terjadi ketika perokok aktif mulai berhenti. Jadi banyak perokok konvensional yang mau berhenti, beralih ke vape terlebih dahulu,” kata dr Fitri.
Ketika terjadi putus nikotin, otomatis memutus hormon dopamin, sehingga gejala pada psikis juga muncul. Menurutnya, upaya berhenti merokok juga butuh support system seperti terapi dan itu memakan waktu 3 bulan sampai 1 tahun. Saat ini di beberapa puskesmas sudah tersedia layanan itu yang bisa masyarakat manfaatkan.
“Kebanyakan pasien yang kami tangani itu perokok konvensional dengan usia di atas 40 tahun. Dominasi penyakit PPOK dan tumor paru. Sementara untuk perokok pasif, pasien didominasi istri atau anak dari suami perokok,” lanjutnya.
Menurut dr Fitri, dalam satu keluarga semua harus tahu terkait pengertian dan dampak dari rokok. (FARICHA UMAMI)
Editor : Intan Refa
Simak juga tema Idjen Talk yang lain :
