NewsPendidikan

Sekolah Rakyat Dinilai Buru-buru, Pengamat Khawatirkan Ini


SDN Sisir 05 Kota Batu tengah berlatih menari. (Foto : Intan Refa)
SDN Sisir 05 Kota Batu tengah berlatih menari. (Foto : Intan Refa)

CITY GUIDE FM – Kementerian Sosial dan Kementerian PU akan segera merampungkan pembangunan 53 Sekolah Rakyat dari total 200 sekolah pada Juni 2025 mendatang. Sedangkan sisanya, 147 unit akan rampung akhir tahun ini. Gerak cepat pembangunan sekolah ini mendapat respon negatif dari pengamat pendidikan.

Melansir BBC, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan program ini berpotensi membuka celah penyelewengan yang baru.

“Ya modusnya sama. Mulai dari infrastruktur, pengadaan barang dan jasa, bantuan rutin seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan seterusnya. Itu yang seringkali terjadi penyelewengan dana-dana pendidikan, artinya hal ini juga berpotensi terjadi di sekolah rakyat, karena skemanya kan sama,” kata Ubaid.

Mengutip data ICW, sektor pendidikan tak pernah keluar dari posisi lima besar kasus korupsi. Sepanjang 2023, terdapat 30 kasus korupsi sektor pendidikan dan 40 persen di antaranya merupakan korupsi dana BOS.

Apalagi Kemensos yang akan mengelola dana itu, padahal tidak memiliki rekam jejak dalam menyelenggarakan pendidikan.

“Kemendikdasmen itu sejak Indonesia merdeka sudah mengurus pendidikan, itu saja hasilnya masih buruk kualitas pendidikan kita. Apalagi ada jenis pendidikan baru yang dikelola oleh kementerian yang tidak punya rekam jejak,” katanya.

Ubaid juga memandang Sekolah Rakyat berpotensi menciptakan sistem pendidikan eksklusif bagi anak-anak berdasarkan kasta atau kelas sosial-ekonomi tertentu.

“Ini mirip dengan kebijakan pendidikan di era kolonial. Ada sekolah khusus anak keturunan penjajah, khusus pribumi, sekolah para ningrat, dan sekolah untuk rakyat,” katanya.

Pengotak-ngotakan pendidikan ini berpotensi menimbulkan stigmatisasi, diskriminasi baru, serta memperparah kesenjangan ekonomi dan sosial. Lebih jauh lagi, Ubaid menilai nasib murid di Sekolah Rakyat akan sangat rentan jika terjadi pergantian kepemimpinan politik yang selalu berganti kebijakan.

“Dan korbannya lagi-lagi muridnya. Jadi lebih baik fokus ke sekolah umum yang sudah ada,” lanjutnya.

Pengamat Pendidikan Itje Chodijah juga berpendapat yang sama bahwa program sekolah yang dadakan ini berpotensi membutuhkan “biaya dadakan” yang banyak pula. Di mana potensi penyelewengan pasti akan ada. Di samping itu sekolah ini berpotensi tumpang tindih dengan sekolah yang ada.

“Sekolah negeri di seluruh Indonesia itu ditata gratis dan di sekolah negeri anak-anak dari keluarga apapun bersosialisasi belajar hidup. Jadi untuk apa ada sekolah rakyat?” katanya.

Tidak hanya itu, sekolah rakyat akan membuat anak-anak miskin ekstrem terisolasi dalam lingkungan yang tertutup dengan konsep asrama.

“Mereka akan terlepas dari sosialisasi masyarakat yang ada sebenarnya. Mereka hanya akan terekspos pada anak-anak yang dengan keadaan yang sama. Kenapa tidak memberikan shelter tapi sekolahnya tetap di sekolah umum, dan menambah guru yang kompeten?,” lanjutnya.

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button