PERADI Malang dan Pemkot Batu Bersinergi Hadapi Tantangan Hukum Baru

CITY GUIDE FM, KOTA BATU — Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional masih menjadi tantangan di kalangan penegak hukum di tengah minimnya literasi masyarakat mengenai hak bantuan hukum gratis. Dalam hal ini, pemerintah daerah bersama praktisi hukum kini didorong untuk memperkuat kolaborasi guna menutup celah ketimpangan akses keadilan bagi masyarakat kurang mampu.
Isu tersebut mengemuka dalam pertemuan antara Pemerintah Kota Batu dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Malang, yang berlangsung pada Sabtu (13/12). Wali Kota Batu Nurochman menyoroti bahwa lanskap hukum di Indonesia berubah seiring dengan pemberlakuan KUHP Nasional.
Perubahan ini menuntut penyesuaian praktik hukum di lapangan, khususnya yang berkaitan dengan pendekatan keadilan restoratif. Menurutnya, perubahan paradigma ini berpotensi menimbulkan kebingungan di masyarakat jika tidak dibarengi dengan sosialisasi dan pendampingan yang memadai.
“Pengesahan KUHP Nasional membawa pendekatan baru yang membutuhkan adaptasi dan kolaborasi kuat. Pemerintah daerah perlu mengantisipasi dampak hukum yang muncul, termasuk mendorong penyelesaian perkara yang mengedepankan perdamaian, bukan sekadar pemidanaan,” ungkap Nurochman.
Selain isu regulasi baru, sorotan utama juga tertuju pada realitas akses bantuan hukum bagi warga miskin. Meski Kota Batu telah berusia 24 tahun, masih belum ada Organisasi Bantuan Hukum (OBH) asli dari Kota Batu yang terverifikasi secara penuh oleh badan pembinaan hukum nasional.
Pemerintah Kota Batu menyiasatinya dengan bekerja sama menggandeng tujuh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dari luar daerah untuk menyediakan layanan gratis. Layanan ini mencakup pendampingan litigasi pidana dan perdata, konsultasi, hingga penyuluhan.
Namun, Nurochman menilai sosialisasi program ini belum maksimal. Masih banyak warga prasejahtera yang tidak mengetahui bahwa mereka memiliki hak untuk didampingi pengacara secara cuma-cuma dan dibiayai negara.
“Informasi layanan ini harus disampaikan lebih luas. Jangan sampai ada masyarakat yang merasa tidak bisa mencari keadilan hanya karena kendala biaya,” tegasnya.
Menanggapi tantangan tersebut, Ketua DPC PERADI Malang Dian Aminudin menekankan perlunya perubahan pola pikir di kalangan advokat. Profesi advokat sebagai officium nobile (profesi mulia) dituntut untuk tidak lagi bersikap pasif menunggu klien.
“Advokat tidak bisa menunggu masyarakat datang. Kita yang harus mendekat, mengikis stigma bahwa bantuan hukum itu selalu mahal dan eksklusif,” ujar Dian.
Ia menambahkan bahwa sinergi dengan pemerintah hingga ke tingkat desa melalui program Pos Bantuan Hukum (Posbakum) menjadi kunci untuk memperluas jangkauan. Tujuannya adalah mempermudah akses keadilan dan melakukan pencegahan masalah hukum sejak dini sebelum bermuara ke pengadilan.
Forum Rapat Anggota Cabang (RAC) PERADI Malang 2025 yang dihadiri sekitar 120 anggota dan komite advokat muda tersebut diharapkan tidak hanya menjadi agenda seremonial, melainkan menghasilkan rekomendasi konkret. Terutama dalam mengisi kekosongan layanan hukum yang terverifikasi di wilayah Kota Batu dan sekitarnya.
Reporter: Asrur Rodzi
Editor: Intan Refa




