Idjen Talk

Wacana Pendidikan Inklusi Bagi Disabilitas, Bagaimana Realitanya?

Idjen Talk Edisi 26 Agustus 2022

CITY GUIDE FM, IDJEN TALK – Pendidikan bagi penyandang disabilitas tampaknya masih jauh panggang dari api. Padahal Pemkot Malang punya wacana bagus dalam memberikan pendidikan inklusi bagi disabilitas. Namun bagaimana faktanya?

Topik tersebut menjadi pokok bahasan dalam talkshow Idjen Talk bertajuk “Mewujudkan Pendidikan Inklusi untuk Disabilitas” bersama tiga narasumber. Ada Wakil Direktur I Pascasarjana UNISMA Nur Fajar, Staf Bidang Layanan PLD UB Layta Dinira. Serta Direktur Yayasan “Waroeng Inklusi” Malang Afifah Setiana.

Dalam kesempatan tersebut, Afifah memuji wacana Pemkot Malang berupa program pendidikan inklusi bagi penyandang disabilitas. Namun, dia mengatakan bahwa realita di lapangan masih cukup menyedihkan.

“Seperti fakta bahwa sekolah reguler banyak yang tidak menerima anak disabilitas. Lalu kurangnya tenaga pendidik khusus. Serta pemahaman ke guru terhadap anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler,” jelas Afifah.

Parahnya lagi, tenaga pendidik khusus tidak masuk di dapodik. Padahal mereka mengajar lebih dari guru kelas. Begitu juga dengan kurikulum sekolah inklusi juga berbeda dengan sekolah reguler karena disesuaikan kebutuhan dan kemampuan anak.

Sementara itu, Nur Fajar mengatakan bahwa pemerintah sebenarnya telah mendorong adanya sekolah inklusi. Tapi jumlah secara nasional baru sekitar 12 persen penyandang disabilitas yang terserap di sekolah inklusi.

“Perlu dimodifikasi sekolah reguler untuk menjadi sekolah inklusi. Termasuk modifikasi kurikulum, sarana serta guru pendamping khusus,” ungkap Nur Fajar.

Satu contohnya adalah layanan PLD bagi disabilitas di Universitas Brawijaya. Layta mengatakan, bagi mahasiswa disabilitas ada pendamping sesama mahasiswa dari mereka yang non disabilitas, supaya saat mereka masuk kelas ada pendampingnya.

“Tutor juga disediakan bagi mahasiswa saat kegiatan luar kelas. Supaya mereka bisa mengerjakan tugas dan memahami pembelajaran dari teman sebaya. Serta bisa membantu mengerjakan TA serta skripsi,” ungkapnya.

Ada juga pengembangan soft skill bagi disabilitas di perguruan tinggi, layanan konseling dan aksesibilitas digital. Jadi sekola inklusi di perguruan tinggi benar-benar terwujud. (EL)

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Radio



x