NewsPemerintahan

Pemkot Malang Genjot Digitalisasi 26 Pasar Rakyat

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Pemerintah Kota Malang menargetkan 26 pasar rakyat masuk sistem digitalisasi manajemen pasar mulai 2025. Langkah ini diyakini mampu meningkatkan transparansi, menutup celah kebocoran retribusi, sekaligus mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pasar.

Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji, menyebut digitalisasi menjadi tindak lanjut rekomendasi pembahasan APBD 2026.

“Database ini penting. Tanpa data digital, debat soal retribusi hanya akan jadi debat kusir. Kita ingin PAD pasar naik, dan itu hanya bisa dilakukan kalau sistemnya jelas,” ujarnya.

Pemkot menyiapkan aplikasi digitalisasi manajemen pasar yang memuat data lengkap pedagang, jumlah kios, luasan, jenis usaha, hingga lokasi, target rampung di 2025. Bayu menegaskan, data ini menjadi dasar penerapan e-retribusi, tahap lanjutan setelah sistem manajemen selesai.

“E-retribusi adalah langkah kedua. Harapannya, seperti kota-kota lain, pendapatan bisa meningkat signifikan karena semua pembayaran sudah tersistem,” katanya.

Target retribusi pasar tahun depan ditetapkan Rp8,7 miliar, namun DPRD meyakini potensi riil bisa mencapai dua kali lipat jika database valid.

“Mulai 2026 sudah harus go digital. Yang penting datanya beres dulu tahun 2025,” kata Bayu.

Kepala Diskopindag Kota Malang Eko S Yuliadi menyebut digitalisasi pasar merupakan langkah besar dan sudah menjadi komitmen bersama Komisi B DPRD.

“Ini langkah luar biasa. Kami ingin Malang menjadi percontohan bahwa manajemen pasar kita sudah digital,” kata Eko usai hearing dengan komisi B DPRD kota Malang.

Menurutnya, digitalisasi mencakup tiga hal utama di antaranya database pasar.

“Mulai by name, by address, by selling, komoditas, sampai luasan kios. Semua masuk aplikasi,” ujarnya, kemudian, penataan layout seluruh pasar. Semua kita persiapkan supaya masuk sistem. Dengan begitu potensi retribusi terlihat secara sistematis,” kata Eko.

Eko menyebut transaksi pedagang kini sudah banyak memakai QRIS dan transfer.

“Retribusi akan mengarah ke sana. Kalau semua data sudah masuk aplikasi, potensi kebocoran bisa ditekan,” lanjutnya.

Salah satu masalah klasik retribusi pasar di Malang adalah ketidaksesuaian pembayaran berdasarkan luasan kios. Eko mencontohkan, pedagang yang memiliki kios 10 meter seharusnya membayar Rp10 ribu, namun di lapangan masih ada yang hanya membayar Rp3–4 ribu.

“Karena kadang dua atau tiga los dimiliki satu orang. Dengan e-retribusi, semua langsung terdeteksi berdasarkan luasan dan aturan perda,” tegasnya.

Masalah lain adalah kepemilikan kios berlebih hingga 10, 20, bahkan 30 unit oleh satu orang.

“Harusnya satu pedagang satu kios. Tapi ada historical kepemilikan keluarga sejak puluhan tahun lalu. Dengan digitalisasi, hal seperti ini bisa terpantau,” jelas Eko.

Reporter: Heri Prasetyo

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button