Idjen TalkNews

Museum di Malang: Tempat Sejarah atau Bangunan Mati?

Idjen Talk edisi 9 Oktober 2025,"Museum di Malang: Tempat Sejarah atau Bangunan Mati?"
Idjen Talk edisi 9 Oktober 2025,”Museum di Malang: Tempat Sejarah atau Bangunan Mati?”

CITY GUIDE FM, IDJEN TALK – Ada dua museum di bawah pengelolaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang yaitu Museum Mpu Purwa dan Museum Pendidikan. Keduanya mencatat lebih dari 13 ribu pengunjung hingga akhir September 2025. Angka itu menunjukkan tren positif dari tahun sebelumnya yang mencapai 15 ribu kunjungan.

Pamong Budaya Ahli Pertama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang Nurman Candra Setiansyah menyebut peningkatan itu didukung oleh berbagai event edukatif dan kebudayaan yang rutin digelar.

“Mayoritas pengunjung berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa dan tambahan wisatawan luar kota hingga peneliti,” kata Nurman.

Museum Mpu Purwa tidak hanya menyimpan koleksi arca, tapi memiliki ruang multifungsi untuk event budaya. Sedangkan Museum Pendidikan tahun depan rencananya akan dimaksimalkan sebagai destinasi sejarah dan edukasi sebagai upaya menjaga relevansi dan daya tarik bagi semua kalangan.

Sementara itu, Ketua Museum Musik Indonesia (MMI) Ratna Sakti Wulandari menjelaskan MMI menyuguhkan pengalaman berbeda dari museum pada umumnya. Di sana, pengunjung dapat melihat sekaligus memainkan koleksi seperti alat musik dan kaset lama yang masih berfungsi.

“Pengelola museum memperlakukan pengunjung layaknya tamu di rumah sendiri, disambut hangat dan diajak berdiskusi soal musik. Dengan pendekatan itu, MMI tidak hanya menjadi ruang pajang benda bersejarah. Tapi juga menjadi ruang interaksi budaya yang hidup dan menarik bagi pengunjung,” kata Ratna.

Akan tetapi untuk saat ini, tepatnya sejak Maret 2025, Ratna menutup sementara kunjungan umum. Karena sedang fokus menyelenggarakan event dan mempersiapkan proses pindahan ke lokasi baru. Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Malang Suryadi menambahkan bahwa museum bukan sekadar etalase usang, tapi merupakan jantung warisan budaya yang hidup di tengah kota.

“Kota Malang sudah punya landasan hukum berupa Perda Cagar Budaya No 1 Tahun 2018 yang menjadi pijakan untuk mengembangkan museum sebagai wahana edukasi dan pelestarian. Sayangnya, tantangan justru muncul dari keterbatasan anggaran yang belum sebanding dengan kebutuhan revitalisasi dan promosi museum secara menyeluruh,” kata Suryadi.

Pihaknya pun aktif melakukan studi banding ke daerah lain seperti Yogyakarta untuk mencari model pengelolaan yang efektif. Ke depannya, ia berharap sinergi antara regulasi dan fasilitasi dari pemerintah dapat mendorong museum di Kota Malang memenuhi standar nasional.

Di sisi lain, Dosen Sejarah Universitas Negeri Malang Ismail Lutfi menilai minat rendah terhadap museum di Indonesia bukan hal baru. Karena museum masih dipandang sebagai tempat menyimpan benda lama, bukan sebagai ruang belajar dan identitas kota.

“Padahal, jika dikelola dengan pendekatan yang kreatif, museum bisa menjadi magnet edukasi yang kuat. Storyline museum ditata menarik, ruang display disetting secara dinamis dan koleksi dipamerkan secara bergilir agar pengunjung selalu penasaran untuk datang kembali. Di era digital, perlu adanya tour virtual dan digitalisasi koleksi,” jelasnya.

Menurut Ismail, museum tidak harus selalu ramai pengunjung. Tapi harus punya intensitas kunjungan yang tinggi. Artinya pengunjung datang bukan hanya sekali. Maka manajemen pengunjung yang baik dan kampanye kesadaran sejak dini soal pentingnya keberadaan museum, menjadi kunci agar museum benar-benar hadir di hati masyarakat. (FARICHA UMAMI)

Editor: Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button