Menolak Lupa Sejarah Kelam Sepakbola di Stadion Kanjuruhan
CITY GUIDE FM, KABUPATEN MALANG – Peristiwa pada 1 Oktober 2022 lalu masih menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban Tragedi Kanjuruhan. Pertandingan yang mulanya disambut gegap gempita oleh Aremania, berubah menjadi jeritan yang lautan asap putih di bangku tribun Stadion Kanjuruhan.
Jika saja petugas tidak menembak gas air mata, mungkin tragedi kemanusiaan ini tidak akan terjadi. Hari ini (1/10), tepat setahun pasca peristiwa itu, sejumlah orang tampak berduyun-duyun mendatangi Gate 13. Di mana ratusan orang meregang nyawa di sana, saat berdesakan menyelamatkan diri.
Ada yang memberikan doa tahlil. Ada juga yang menaburkan bunga di depan poster berisi foto para korban jiwa. Salah seorang Aremania Alexandro (23) mengenang kejadian kelam itu. Saat itu, dia bersama kawan-kawannya juga menonton pertandingan Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan.
Baca juga :
“Saat itu, saya ada di tribun ekonomi dekat papan skor. Ketika Arema kalah dengan Persebaya, saya ingat ada salah satu suporter turun ke lapangan untuk menyemangati pemain,” ujarnya, Minggu (01/10).
Menurutnya, penonton turun ke lapangan untuk menyemangati tim kebanggaan itu adalah hal biasa. Apalagi saat mereka mengalami kekalahan. Namun yang tidak biasa adalah ketika petugas kemudian bertindak represif dengan memukul, menarik baju bahkan menembak gas air mata.
“Kondisi itu berubah karena tidak kondusif. Saya lihat, petugas langsung menembakkan gas air mata ke tribun. Itu membuat saya dan teman-teman bergegas pergi keluar dari stadion,” jelasnya.
Meskipun selamat, namun kejadian memilukan itu masih membekas di benaknya. Terlebih lagi, vonis bagi para pelaku yang dinilai masih kurang adil, semakin mencederai duka keluarga korban.
“Saya hanya berharap saja, semoga keadilan bagi para keluarga korban ditegakkan seadil-adilnya. Cukup ini saja Tragedi Kanjuruhan dan jangan sampai terjadi lagi,” pungkasnya.
Reporter : Oky Novianton
Editor : Intan Refa
Simak juga kesaksian keluarga korban di sini :