Kriminalitas Anak : Kejahatan atau Kenakalan?
CITY GUIDE FM, IDJEN TALK – Meningkatnya kenakalan pada anak hingga menjelma menjadi kejahatan atau kriminalitas anak, menjadi perhatian para akademis. Apalagi saat pandemi COVID-19. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi mengatakan tindakan menyimpang pada anak merupakan hasil pengaruh lingkungan.
Apalagi yang menyudutkan anak sampai akhirnya anak menjadi pelaku kejahatan atau kriminal. Dalam Idjen Talk bertema “Kriminalitas Anak : Kejahatan atau Kenakalan?”, Kak Seto menilai penting memahami psikologi perkembangan anak.
“Karena gelora anak sampai remaja bagai magma, yang sebenarnya ini tertutup, lalu akhirnya meletus,” ungkapnya.
Di sisi lain, saat ini anak hanya mendapat ruang dari sisi akademik, tapi mereka kehilangan ruang di luar akademik. Akhirnya mereka semakin kehilangan ruang untuk berekspresi dan kurangnya apresiasi yang memicu munculnya kenakalan dan kejahatan anak.
Senada dengan Kak Seto, Pemerhati Anak LPA Jatim M Isa Ansori mengatakan keberpihakan negara pada persoalan anak masih rendah. Hal ini terlihat dari minimnya ruang ekspresi pada anak.
“Kalau dilihat dari trennya, korban kriminalitas anak ini terjadi pada kelompok yang dilatarbelakangi ruang-ruang ekspresi anak masih rendah. Lalu akhirnya anak menggunakan fasilitas publik untuk melampiaskan ekspresinya. Contohnya anak bermain di jalanan, kebut-kebutan dan kenakalan yang lain,” jelas Isa.
Pihaknya mencatat pada tahun 2021, ada sekitar 363 kasus kekerasan pada anak. Rinciannya, anak berkonflik dengan hukum (ABH) sekitar 100 kasus, dari ABH tersebut, anak menjadi pelaku sebanyak 167 orang dan anak menjadi korban adalah 463 orang.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Unisma Suratman mengatakan pemerintah sudah mengeluarkan UU berkaitan dengan sistem peradilan pidana anak, khususnya UU No 11 Tahun 2012. Dalam UU tersebut sudah diatur terkait ABH, baik jadi saksi atau pun korban.
Menurutnya, penyelesaian kasus kejahatan anak tidak serta merta sama seperti peradilan pada orang dewasa. Karena pemerintah sudah punya rencana agar anak tetap memiliki masa depan. Sehingga penyelesaiannya dilakukan di luar jalur hukum. (Elsa Renika)
Editor : Intan Refa