NewsPendidikan

Komdigi RI Wacanakan Pembatasan Medsos bagi Anak-anak

ilustrasi anak bermain gadget (freepik.com/pch.vector)
ilustrasi anak bermain gadget (freepik.com/pch.vector)

CITY GUIDE FM – Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid mewacanakan pembatasan medsos bagi anak yang masih di bawah umur. Melansir BBC, aturan ini mirip seperti yang sudah berjalan di Australia.

“Pada prinsipnya, sambil menjembatani aturan yang lebih ajeg, pemerintah akan mengeluarkan PP terlebih dahulu. Sambil kemudian kajian perlindungan anaknya lebih kuatnya lagi, karena harus melibatkan DPR, itu akan kita siapkan,” kata Meutya seusai bertemu Presiden Prabowo, Senin (13/01).

Sementara itu, Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria mengatakan pihaknya saat ini sedang mendengarkan masukan dari berbagai pihak. Termasuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Komnas Perempuan dan Anak.

Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini turut mendukung wacana ini. Legislator fraksi Partai NasDem ini mendorong segera ada penyusunan regulasi. Merujuk pada data BPS tahun 2023, proporsi individu yang paling banyak mengakses internet adalah usia 25 tahun ke atas, mencapai 60,36 persen. Kemudian umur 19-24 tahun dengan 13,74 persen.

Selanjutnya umur 5-12 tahun sebesar 12,27 persen. Peneliti dari Monash University Indonesia Ika Idris menemukan bahwa anak-anak yang terpapar medsos itu mayoritas dari keluarga kurang mampu.

“Bagi mereka media sosial merupakan sarana hiburan yang murah di tengah keterbatasan ekonomi,” kata Ika.

Maka pemerintah harus memikirkan betul-betul rencana pembatasan penggunaan medsos yang tepat. Jangan sampai penerapannya menimbulkan protes masyarakat.

“Apalagi orangtua sudah terbiasa menemani anaknya dengan media sosial,” lanjutnya.

Ika menyarankan pemerintah agar menitikberatkan aturan pembatasan penggunaan medsos kepada platform digital ketimbang membatasi usia pengguna. Pemerintah bisa “memaksa” platform untuk menyediakan saluran khusus bagi anak-anak seperti YouTube Kids.

“Jadi ada alternatifnya, bukan hanya melarang. Sementara perpustakaan terbatas dan anak-anak ini tidak ada akses menghabiskan waktu luangnya,” kata dosen senior ini.

Kalau membuat saluran khusus anak dirasa berat, maka platform harus lebih ketat lagi membuat fitur yang bisa menangkal anak-anak mengonsumsi konten berbahaya di usia mereka.

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button