
CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Seni bela diri Kempo atau Shorinji Kempo masuk ke Kota Malang pada tahun 1965 lewat seorang Kenshi (atlet Kempo) bernama Alm Utin Syahraz. Ia merupakan salah satu mahasiswa angkatan pertama beasiswa rampasan perang ke Jepang pada era Presiden Soekarno.
Sepulangnya dari Jepang, Utin memperkenalkan Kempo saat kegiatan kampus di Universitas Brawijaya kala itu. Lalu, seni bela diri tertua ini mulai dikenal masyarakat.
Ada dua teknik dalam bela diri Kempo yaitu Goho yang merupakan teknik keras seperti pukulan dan tendangan. Lalu ada Juho yang merupakan teknik lunak berupa kuncian, lemparan dan pelepasan serangan lawan.
Meski telah lama bercokol di Kota Malang, Ketua Persaudaraan Shorinji Kempo Indonesia (Perkemi) Kota Malang Moses Christian mengatakan bibit-bibit unggul atlet Kempo Kota Malang baru terlihat pada Porprov III Jatim 2011 di Kediri dan sekitarnya.
Waktu itu, Kempo baru diakui KONI Provinsi Jawa Timur menjadi salah satu cabor yang dipertandingkan. Menurutnya, pencapaian Kempo Kota Malang sejauh ini relatif fluktuatif.
“Waktu itu (Porprov 2011) lima emas, ya pencapaiannya naik turun,” kata Christian.
Pada ajang serupa di periode berikutnya, capaian medali Kempo Kota Malang menurun dan hanya mampu membawa pulang satu medali emas saja. Prestasinya baru kembali moncer pada Porprov IX Jatim 2025 di Malang Raya, di mana para Kenshi berhasil merebut 6 emas, 1 perak dan 3 perunggu.
Saat ini, jumlah Kenshi yang terpilih mewakili Kota Malang dalam setiap pertandingan ada 23 orang. Namun di luar itu, ada ratusan orang yang meminati seni bela diri Kempo yang tersebar di 6 dojo (tempat latihan) di Kota Malang.
Ada di Universitas Merdeka, Universitas Tribhuwana Tunggadewi, Universitas Widyagama, Universitas Brawijaya, Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STIBA) dan di Museum Brawijaya. Sudah tentu, bukan hal yang mudah bagi para Kenshi itu untuk mempertahankan performa agar tetap bagus selama bertanding.
“Kita pakai sistem promdeg, promosi degradasi. Dalam seleksi itu, kita satu bulan terakhir dalam satu kelas randori (perkelahian bebas) misalnya, ini ada 3 orang kita seleksi terus. Kita adu terus sampai kurang satu bulan setengah, itu baru kita putuskan siapa yang layak,” lanjutnya.
Persaingan dan latihan akan semakin ketat ketika akan menghadapi pertandingan berskala besar seperti Porprov atau PON.
“Kalau misal mau Porprov itu setiap hari selama 6 bulan. Pemusatan latihannya (puslat) ada di kantor Disporapar lantai 2. Kalau latihan fisik kita bawa ke Lapangan Rampal,” kata pria yang tinggal di Sawojajar ini.
Di balik prestasi yang diraih oleh para Kenshi, ada perjuangan keras yang tidak selalu terlihat. Prestasi tersebut tentu bukan hanya milik mereka, tapi juga seluruh masyarakat yang terus mendukung. Mari ikut berkontribusi mendukung para Kenshi untuk terus bersinar di arena pertandingan. (adv)
Reporter: Intan Refa




