Blues SpiritNews

Blues Spirit Sesi 46 : Local Nation Interest

Blues Spirit Sesi 46

Ini lanjutan sesi 44 dan 45, khususnya tentang Local Nation Interest, disingkat saja LNI. Yaitu yang saya sebut sebagai roh untuk memberi karakter pada arah pembangunan fisik maupun moral budaya suatu daerah.

Contohnya begini.

Mohon maaf dulu, ini tidak bermaksud nyinyir atau menyerang siapapun. Justru sebaliknya, mudah-mudahan bisa menjadi bekal menemukan pemimpin yang pas. Atau jadikan bekal bagi para calon pemimpin, kepala daerah dengan seluruh jajarannya, maupun legislatif dengan seluruh perangkatnya.

Saya ingin ambil contoh adalah KAYUTANGAN.

Ayo sekarang kita lihat Kayutangan. Sekarang, Oktober 2023.

Simak juga :

Begini, sebelum menjadi seperti sekarang ini, tentu diawali dengan ide atau gagasan. Kemudian, studi,
orientasi, dan dibahas. Ada rapat-rapat antara eksekutif dengan legislatif dan seterusnya.

Lalu semuanya setuju. Kemudian, anggaran siap. Dikerjakan. Dan jadilah wujud seperti sekarang itu.

Ada rute, prosesnya. Intinya dua, satu bersifat pemikiran sampai adanya perintah resmi. Kira-kira bunyi perintahnya begini, “Bikin, revitalisasi Kayutangan, berbasis heritage. Bikin hidup untuk meningkatkan perekonomian”, dan seterusnya.

Kedua, fisik. Fisik ini, yang mengerjakan adalah EKSEKUTIF. Nah, dalam mengerjakan itulah diperlukan eksekutor dari eksekutif. Yang punya Local Nation Interest ini.

Yang bisa melumurkan atau memasukkan roh, untuk memberi kekuatan identitas dan karakter. Dalam hal kita, ialah karakter dan identitas Malang Raya.

LNI itu, harus ada pada dua tempat. Ketika gagasan dimulai, lalu kelak kemudian pada saat mengerjakan fisiknya.

LNI itu adalah suatu pengetahuan, yang lebur dalam diri, menjadi berpihak membela kearifan dan budaya lokal. Untuk menguatkan karakter dan identitas.

Orang-orang yang punya LNI, akan selalu mencari kebaikan estetis yang original, utuh, berakar budaya asli, bangga terhadap lokalitas sendiri.

Elemennya, artistik, karakteristik dan budaya asli. Kalau tidak, akal budi dan rasa budaya sampean, dijajah oleh budaya lain.

Wees……Begitu ya?!…..

Sekarang rasakan Kayutangan. Itu Kayutangan apa Malioboro?!

Proyeknya sih, bener.

Jadi.

Ada.

Jalan.

Terwujud.

Tapi sekali lagi, rasakan….

itu Jogja apa Malang?! Ayo… lanjutkan jalan, ke Tugu, depan kantor wali kota. Lihat tamannya
yang baru dipugar itu?!

Mana rasa Malangnya?! Kan ngotot masih ingin di Jogjakan?! Bukan berarti Jogja itu jelek lho…
Sama sekali tidak.

Tapi biarlah Jogja itu berada di Jogja. Bali berada di Bali. Sehingga kalau kita ke sana, dapat nuansa dan keluhuran budayanya masing-masing.

Demikian juga untuk Malang. Jangan Malang di-Jogjakan. Malang harus dikuatkan dengan karakter dan identitas Malang-nya.

Pertanyaannya sekarang, bahaya apa tidak punya perangkat pemerintah yang tidak punya Local Nation Interest?!

Bahaya apa tidak bahaya, kalau rezim jalan suka-suka sendiri?! Bahaya apa tidak bahaya, kalau rekrut kepala daerah, atau wakil rakyat, mengabaikan keberpihakan pada budaya, karakter dan identitas daerah?!

Sekali lagi saya minta maaf. Ampun dah…. Saya terpaksa harus ngomong seperti ini. Dengan ngomong ini,
telah saya tunaikan dan telah gugur kewajiban saya sebagai Arek Malang.

Kok gae…gak kok gae…
Kok reken…gak kok reken…
Sak karepmu, weeesss…..

Pingin pisan maneh ta ngomong soal iki, terutama bahayanya?!
Ikuti Blues Spirit Sesi 47.

Imawan Mashuri

Arek Malang, Founder Arema Media Group, JTV dan beberapa media di Indonesia.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Radio



x