Blues Spirit Sesi 2 : Arema Tidak ke Mana-Mana, Tapi Ada di Mana-Mana
Pada Sesi 1 lalu, kita janjikan untuk sesi 2 ini. Kita bahas sebutan AREMA.
Arema, memang maksudnya adalah kependekan dari Arek Malang. Dalam keakraban walikan, disebut “KERA NGALAM“. Arema ini ada, jauh sebelum club bola ada.
Saya ingat tahun 1980-an awal, baru kuliah, saya kesasar di Jakarta dan kehabisan duit. Pas di blok M, saya lihat kerumunan anak muda, ngomong Malangan. Saya nimbrung saja lalu bilang, AYAS AREMA ker…!!
Langsung direspon akrab. Mereka sambung menyambung memberi bantuan. Kita tahu kemudian, ada dedengkotnya di sana, Sam Anto Baret. Musisi jalanan yg sering manggung dengan Iwan Fals dan lain-lain itu. Beliaulah yg mengayomi arek-arek Malang di Jakarta. Hati dan kepeduliannya tetap untuk Arema, sampai saat ini.
Begitu pun di Kaltim, ada Said Amin. Di Jambi, ada Sam Bagus dan seterusnya. Itulah yg lalu disebut Arema tidak ke mana-mana tapi ada di mana-mana.
Siapa sih Arema itu?! Apa harus kelahiran Malang?!
Jawabannya… TIDAK. Sama sekali tidak! Banyak Arema kelahiran luar Malang. Bahkan luar negeri. Arema itu adalah sampean dan kita semua ini.
UMAK KABEH…yaaaang…peduli dan berorientasi kepada Malang Raya. Visinya, kepeduliannya dan interest-nya, sama. Membangun Malang Raya dan terikat pada rasa persaudaraan dalam ekosistem budaya arek Malang.
Bangga terhadap apa yang dimiliki yang terkait Malang Raya.
Simak juga :
KEMUDIAN YG TERKAIT BOLA,
Terjadinya pada 1987. Ketika itu, Pak Acub Zaenal, founding fathers kita, menginginkan club profesional selain Persema perserikatan. Keinginan yang sama ada pada Ebes Sugiono dan arek-arek Malang lainnya.
Di Malang, ketika itu ada club bola kecil, namanya ARMADA. Club itulah kemudian di-takeover. Dikelola untuk dibesarkan menjadi kebanggaan Malang. Arek-arek Malang, terutama wartawan yang selalu jadi teman ngobrol Pak Acub dan Ebes, meminta ditambahkan Arema di depan nama club itu. Jadilah, AREMADA. Berproses, kemudian menjadi Arema saja.
Maju sekali Arema ini, mengejar Niac Mitra Surabaya yang sangat populer waktu itu. Suporternya yang tentu saja adalah Arema sejati juga menamai diri, Aremania. Sebutan Aremania ini, seingat saya tambah menggelinding ketika Cak Nun, Emha Ainun Nadjib, pengajian di Malang dan menyebut-nyebut suporter Arema sangat keren dan sportif. Suporter itu dia sebut, Aremania. Disebut berulangkali.
Kerennya Aremania, kalau nonton bola, pakaiannya rapi, beli tiket, juga taat beragama.
Begitulah.
Maka jadilah Arema yang adalah arek Malang atau kera ngalam itu, ditambah Arema, club bola yang begitu maju itu, dan pendukungnya yang menyebut diri, Aremania itu, menyatu dalam ikatan fanatisme. Tampil jadi simbol kekompakan warga Malang Raya.
Ada juga kemajuan music rock di Malang, yang ikut mewarnai dinamisasi fanatisme kebanggaan Arema.
Arema jadi roh. Menjadi perekat. Menjadi kebanggaan. Menjadi identitas, identitas Malang Raya. Mencerahkan budaya dan membangun peradaban.
Kalau rohnya sehat, pembangunan fisik menjadi sangat gampang. Karena warganya kompak. Ini yang seharusnya dipahami kepala daerah dan pelaku politik. Kita lihat pemimpin yang punya trah dan mengerti Arema. Di Kota Batu itu misalnya Eddy Rumpoko. Luar biasa Kota Batu dalam 10 tahun kepemimpinannya. Jadi kebanggaan nasional.
Untuk itulah Arema, Arek Malang, Kera Ngalam, Aremania, jangan dipisah-pisahkan. Aremania jangan hanya dijadikan penonton. Jadikanlah pendamping lagi.
Dulu, ada Majelis Aremania segala. Guyup. Ini jangan dimatikan. Di situ kita bisa ngefek membangun kampung, membangun wilayah.
Khusus nama Arema, kita semua perlu tahu, bahwa dalam kejayaan Kerajaan Singosari di era akhir Raja Kertanegara, ada tokoh besar. Seorang patih yang kemudian jadi panglima, namanya KEBO AREMA. Dia menaklukkan Semenanjung Melayu untuk penyatuan Nusantara.
Kebo Arema ada lebih dari 700 tahun lalu. Singosari kan 1222 – 1292. Jadi, Arema itu di Malang Raya, sudah ada lebih dari 700 tahun.
Kebo Arema, nanti kita bahas di Sesi 3 Blues Spirit.…