Angin Segar Pertashop di Tengah Ladang
CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Pertashop KH Malik Dalam mungkin menjadi salah satu gerai yang cukup berhasil bertahan di tengah persaingan dengan SPBU. Apalagi, lokasinya berada sedikit jauh dari perkotaan dan berada di tengah lahan tebu serta lahan-lahan kosong lainnya. Ada juga kawasan pemukiman dan perumahan yang jaraknya cukup berjauhan.
Sekilas tampak meragukan bahwa bisnis ini akan bertahan. Tapi ada satu kelebihannya, yaitu Pertashop ini berada di jalan penghubung antara Kota dan Kabupaten Malang. Sekaligus, jalur alternatif menuju wisata alam Gunung Bromo dan Gubuklakah.
Meski tidak seramai jalan utama, jalur ini menjadi pintasan terdekat bagi masyarakat. Sehingga keberadaan Pertashop Malik Dalam ini menjadi angin segar, karena masyarakat tidak perlu lagi berkendara lebih dari 5 kilometer menuju SPBU.
Cicin Ema Tri Yuliati salah satunya. Guru di SDN 1 Kedungrejo itu harus menempuh jarak 13 kilometer untuk mengajar. Sementara jalur yang dia lewati, tidak ada satupun SPBU.
“Menurut saya ini menguntungkan, karena lokasinya kan di kampung. Di sini harganya juga lebih murah dari SPBU,” kata Cicin.
Meskipun di Pertashop ini hanya menyediakan Pertamax, dia tidak mempermasalahkan itu. Sebab, menurut kalkulasinya, dia justru lebih hemat ketika menggunakan Pertamax dari pada Pertalite.
“Saya pernah pakai Pertalite itu habisnya Rp 75 ribu satu minggu. Kalau Pertamax ini hanya Rp 65 ribu satu minggu,” lanjutnya.
Begitu pula dengan Karina Auliasari. Warga Kelurahan Cemorokandang itu mengaku setiap antar jemput putrinya, harus melewati Jalan KH Malik Dalam. Sehingga, Pertashop di tengah ladang ini cukup membantunya karena dia tidak harus menempuh 5 kilometer ke SPBU. Belum lagi macetnya.
“Sangat memudahkan ya. Karena kalau ibu-ibu itu kan isi bensinnya tidak tentu. Jadi kalau pas jemput anak sekalian isi BBM,” kata dia.
Owner Pertashop Malik Dalam, Silvya Nurfitriana mengatakan gerai Pertashop miliknya ini sudah berjalan 2 tahun. Tepatnya pada September 2022 lalu. Bukan hal yang mudah ketika merintis bisnis yang membutuhkan modal tidak sedikit itu.
Untuk membuka gerai ini, dia harus merogoh kocek sebesar Rp 1 miliar. Untuk pengadaan modularnya saja perlu Rp 250 juta. Lalu sisanya untuk membangun tanah seluas 750 meter persegi beserta kios-kios kecil di sekelilingnya.
“Waktu awal operasional itu memang di harga tinggi, jadi memang penjualannya tidak sebagus sekarang. Jadi awal dulu belum banyak berkembang,” kata Silvya.
Beruntung, sekarang ini ada kebijakan baru yang terbilang pro pengusaha Pertashop. Sebelum ada kebijakan itu, biasanya kita mampu menjual sebanyak 600-700 liter per hari. Setelah ada penurunan harga mencapai Rp 12 ribu untuk Pertashop, timbul peningkatan penjualan mencapai 800-900 liter per hari. Atau setara 22 kilo liter per bulan.
“Disparitas harganya bisa sampai Rp 350 dari SPBU. Jadi terlihat ada perbedaan dengan SPBU, dengan harga segitu penjualannya lumayan,” lanjutnya.
Tentu, selisih harga sekecil itu ternyata sangat diperhitungkan oleh konsumen. Ini terbukti, mereka lebih memilih berbelok ke Pertashop ketimbang SPBU. Selain BBM, di area yang sama Silvya juga menyediakan pangkalan LPG baik subsidi maupun non-subsidi.
“Kami dapat kuota dari agen kurang lebih 1.000 sampai 1.200 per bulan. Alokasinya sesuai data MAP, kita kan sudah memasukkan nomor KTP pelanggan. Kita sesuaikan kuotanya itu,” imbuhnya.
Terakhir, dia mengatakan membuka gerai Pertashop ini memang bertujuan untuk memperkenalkan BBM non subsidi kepada masyarakat. Sehingga, masyarakat tidak lagi bergantung dengan BBM bersubsidi.
Reporter : Intan Refa