NewsPemerintahan

Akademisi UB Beri Catatan pada Pemerintahan Prabowo Gibran


Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming dalam rapat Dewan Pertahanan Nasional. (x.com/prabowo)
Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming dalam rapat Dewan Pertahanan Nasional. (x.com/prabowo)

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya Dr Abdul Aziz SR memberikan tiga catatan selama pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pertama, pembentukan kabinet yang besar dan berbeda dengan janji efisiensi.

“Kabinet gemuk dan efisiensi itu dua hal yang tidak bertemu,” ungkapnya.

Kabinet yang besar pasti membutuhkan anggaran yang besar pula. Namun, untuk mencapai efisiensi, anggaran harus disesuaikan dan berdampak pada anggaran pembangunan (investasi).

Catatan kedua adalah respons negatif pasar terhadap kebijakan pemerintahan Prabowo Gibran. Hari-hari terakhir nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika sudah di level Rp17 ribu. Ini sudah lebih parah dari era akhir Orde Baru. Pelemahan ini menunjukkan pasar tidak yakin dan tidak percaya dengan pemerintahan Prabowo-Gibran.

“Nilai tukar rupiah terus melemah dan terjun bebas, lebih-lebih setelah setelah pemerintah meresmikan super holding Danantara”, kata Dr Aziz.

Danantara, lembaga kontroversial yang bertugas mengelola aset BUMN yang bentuknya berupa uang. Uang itu nanti yang digunakan untuk membiayai proyek-proyek dan investasi pemerintah.

“Dan, pasar pun membaca hal ini sebagai sesuatu yang tidak menjanjikan. Pasar tidak menunjukkan sinyal optimisme atas kebijakan pemerintah tersebut”, tambahnya.

Lalu yang ketiga adalah ketidakkonsistenan antara ucapan dan tindakan Presiden Prabowo. Contohnya saja beberapa waktu lalu, Presiden mengatakan tidak akan impor segala jenis komoditas.

Namun, tak lama kemudian justru menginstruksikan menteri-menterinya untuk melakukan impor dengan embel-embel tanpa kuota.

“Ini menunjukkan pola perilaku yang serupa dengan presiden sebelumnya, Joko Widodo. Hanya copy paste pola-pola Presiden Joko”, ujarnya.

Melihat ini, dia melihat Indonesia akan menghadapi krisis ekonomi atau setidaknya krisis keuangan beberapa waktu mendatang. Anggaran negara sangat minim bahkan minus, sementara di sisi lain ada kewajiban membayar bunga utang sekitar Rp700-800 triliunan.

“Pada waktu yang sama, anggaran negara sangat terkuras oleh kebijakan ambisius dan salah kaprah berupa MBG. Juga biaya manajemen pemerintahan yang super jumbo”, kata Aziz.

Akhirnya, Dr. Aziz menekankan Ketika perekonomian tidak kunjung membaik akan berdampak pada kestabilan politik dan juga sosial.

“Karena itu, pemerintah mesti berhati-hati, dan perlu segera mengevaluasi kebijakan-kebijakan ekonominya yang kontraproduktif”, pungkasnya.

Editor : Intan Refa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button