Jantung Bergetar Melihat Teatrikal Heroisme Pertempuran Jalan Salak

CITY GUIDE FM, KOTA MALANG – Di sekitar Jalan Salak, Malang, 78 tahun yang lalu, sekelompok pelajar berseragam ala serdadu lengkap dengan buku dan senjata melakukan aktivitas belajar seperti biasa. Waktu itu, 2 tahun pasca proklamasi, warga Indonesia tidak serta merta langsung merasakan kemerdekaan.
Khususnya wilayah Jawa dan Sumatra masih tetap bersiaga menghadapi agresi militer Belanda II. Saat itu, Belanda hendak menjadikan Malang sebagai Markas Besar Belanda.
Maka, mereka harus menaklukkan seluruh kawasan. Dan, beberapa daerah berhasil dikuasai termasuk Singosari.
Mendengar kabar tersebut, Letkol Hamid Rusdi tak tinggal diam. Ia menyusun strategi pertahanan dengan memerintahkan pasukan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) Batalyon 5000 yang dipimpin oleh Komandan Susanto untuk menghadang pasukan Belanda.
Kala itu, 31 Juli 1947, seluruh pasukan pelajar tersebut menyebar bersiap melakukan perlawanan dengan taktik bumi hangus yaitu menghancurkan dan membakar obyek vital di pusat kota.
Tatkala kendaraan AM-Tract milik Belanda menuju Jalan Salak, tepat di depan Gereja Katedral Ijen, sekawanan tentara pelajar itu langsung memberondong peluru dari senjata laras panjang mereka.
Aksi baku tembak pun tak terelakkan lagi. Bunyi berondongan tembakan terus menggelegar seiring dengan tumbangnya satu demi satu tubuh para tentara pelajar itu. Mereka kalah jumlah dan tersudut.
Melihat pertempuran tidak seimbang ini, Komandan Susanto hendak melemparkan granat. Sebelum sempat melemparkan granat, tentara Belanda langsung memberondonginya dengan peluru.

Ia tidak menyerah. Dengan kondisi berdarah-darah itu, ia masih berusaha menyerang sampai akhirnya tumbang. Tak pandang ampun, tank milik Belanda itu masih menggilas tubuh yang sudah tidak berdaya itu hingga tak berbentuk lagi.
Tewasnya komandan mereka melecut pasukan TRIP yang lain untuk memberikan serangan balasan. Hingga akhirnya, seluruh pasukan TRIP berjumlah 35 orang tewas diterjang peluru. Mereka kemudian dimakamkan dalam satu liang lahat.
Pertempuran sengit itu, setidaknya tergambar jelas dalam aksi teatrikal dalam upacara penghormatan ke-78 tahun para pahlawan TRIP, Kamis (31/7/2025). Isak tangis sesekali terdengar, melihat betapa kerasnya perjuangan mereka.
“Jadi teatrikal ini menggambarkan situasi bahwa pelajar pejuang ini memang tugasnya belajar. Makanya tadi ada penggambaran mereka sedang belajar, namun juga membawa senjata. Kemudian mereka juga sempat bersenang-senang. Namun ketika saatnya mereka harus berjuang, mereka angkat senjata,” jelas Ketua Panitia Agung H Buana.
Pada momen peringatan itu, sejumlah anak keturunan dari pahlawan TRIP yang tergabung dalam Paguyuban MAS TRIP Jatim hadir untuk memberikan penghormatan dengan menabur bunga dan memanjatkan doa.
Termasuk 4 orang saksi hidup pertempuran pahit itu atau generasi pertama. Di usia mereka yang nyaris seabad itu, mereka masih ingat peristiwa memilukan itu.
“Anak-anak pelajar saat ini harus bisa mencontoh generasi sebelumnya, generasi ’45. Sekarang, daya juangnya anak zaman sekarang tidak melempem,” lanjutnya.
Generasi selanjutnya harus bisa melanjutkan perjuangan para pahlawan sesuai dengan tantangan di zamannya. Tidak harus bersenjata, melainkan bagaimana mereka tetap mempertahankan dan memperjuangkan visi kemerdekaan para pahlawan.
Reporter/Editor : Intan Refa